Mbah To

Kirana Putri Vebrianti
Chapter #8

Bertahan

Sudah 6 bulan berlalu, Mbah To masih dapat mengingat 2 hal tentang ku, namaku dan cara dia untuk mendidik ku. Sungguh untuk mendapatkan 2 hal tersebut kembali aku butuh kerja keras.

Saat aku memainkan ponsel entah kenapa aku ingin sekali memotret wajah Mbah To, aku memotret wajahnya yang terlihat semakin menua. Setiap hari aku memotretnya dengan menggunakan kaos dan kupluk miliknya yang ia gunakan untuk menutupi kepalanya yang cidera.

Kusimpan baik-baik fotonya dan aku harap ini bisa mengingatkan dia suatu saat nanti, kalau dia pernah berada pada posisi yang sangat amat sulit, lebih sulit dari pada memecahkan teka teki tali. Aku harap dia akan merasakan kesuksesan ku nanti, membuat kisah baru dengan kesuksesanku bersama. Walau aku tau peluang itu bahkan sangat amat sulit, karna dokter sudah menyerah untuk mengobatinya. Kami memanggil ustazd untuk meminta doa untuk kesembuhannya, bahkan segala cara kami lakukan. Kami bertahan dengan hari hari yang sangat rumit.

20 mei 2011, hari ini kami masih jadi saksi untuk bertahannya hidup seseorang. Mbah To jujur saja aku lelah dengan semua ini, bahkan aku tanya pada tuhan mengapa tak aku saja yang berada pada posisi mu itu. Sakit yang paling sakit bukan karna aku sedang sakit melainkan saat melihat orang yang aku sayangi sedang lemah, tak berdaya, dan hanya bisa meratapi nasib nya. Aku tengah kehilangan semua alasan ku untuk tersenyum, tak ada lagi senyum dalam hariku. Hanya ada awan hitan diselimuti kabut tebal hingga aku tengah hilang arah, tanpa penerang, tanpa lilin maupun senter. Sungguh ini sangat berat, ini tak bisa lagi kutahan. Bagaimana aku harus menjalani kedepannya pun aku tak tau.

Diumur ku yang seperti itu, teman-teman ku tengah menikmati indahnya bermain, belajar, dan bersenang senang tanpa harus merasakan takutnya kehilangan. Kadang aku membenci diriku sendiri, membenci semua takdir ku. Tapi aku sadar pasti ada suatu hikmah yang akan aku terima sembari doa yang aku ucap di sepertiga malam ku. Tuhan tidak tidur, mungkin saja bukan sekarang bahagiaku. Mungkin esok atau nanti. Aku harus positive thingking, tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Dan aku harus memperjuangkan senyumku yang tengah tenggelam larut dalam kesedihan juga keterpuruka yang kurasakan beruntun-runtun. Kali ini hanya ada tekad dan nyali yang dapat ku pegang erat erat untuk membalikkan suatu keadaan.

Setidaknya masih ada Reno yang bisa membuatku bahagia dan dapat menyemangati ku dalam setiap kesulihat yang tengah ku hadapi, ini seperti aku sedang di perahu yang terombak ambik tak karuan di tengah badai di laut yang luas. Kata reno, suatu saat tuhan akan berada pada pihak ku dan membuat senyum ku kembali dengan caranya. Dan sekarang aku harus menemukan bahagia ku sendiri, bagaimana?? Iya kita harus berusaha. Kita punya cara masing-masing agar bisa bahagia. Dan aku akan selalu ingat kata Reno itu, akan kujadikan penguat dalam setiap langkah ku. Entah bagaimana bila dulu aku tak mengenal sosok Reno, pasti aku akan meyerah di tengah jalan. Terimakasih Reno, mungkin kamu malaikat lain yang dikirim tuhan untuk menggantikan tugas Mbah To. Tetap jadi sahabat terbaik ku, dan tetap menjadi penguat ku ya!! Jangan kamu hilang seperti yang lain, karna suatu kehilangan itu sama sekali tidak indah.

Tetap menjadi Reno yang ku kenal, tetap menjadi sahabat ku dan tetap menjadi sandaran bagi tubuhku yang sedang lelah.

Pada 30 april 2020 ku kira di april ini hal baik akan datang padaku, ternyata tidak. Justru keadaan Mbah To lebih parah dati sebelumnya, tentu saja aku bahkan lebih hancur dari sebelumnya. Mbah To yang awalnya hanya mengalami hilang ingatan kini harus menanggung rasa sakit dari sebuah kelumpuhan, Mbah To hanya bisa tidur di atas ranjang tidurnya tanpa bisa kemanapun. Bahkan untuk berbicara pun sulit, saat ia ingin makan atau buang air besar pun ia hanya bisa memanggil nama sambil mengatakan kata makan dan kebelet dengan nada yang tidak terlalu jelas. Sungguh saat itu aku bingung bagaimana kami bisa melihat Mbah To dalam keadaan seperti ini. Mbahbuk yang berjualan gorengan menyembunyikan Mbah To dari orang-orang dengan mengatakan Mbah To diambil oleh saudaranya dan dibawah ke Solo, karna alasan Mbahbuk sedang berjualan makanan siap saji. Mbahbuk takut semua pembelinya kabur karna Mbahbuk harus bolak-balik mengganti pempes Mbah To, padahal Mbahbuk selalu mencuci tangan dengan sebersih bersihnya . Namun ketakutan itu terjadi karna kami takut tak mempunyai penghasilan untuk makan sehari-hari, kami harus bertahan dalam keadaan ini dengan hati yang sedang dalam fase kebingungan.

Kasih sayang kami kepada Mbah To tidak berubah sedikit pun, bahkan aku rela belajar, tidur, bahkan makan sambil menemani Mbah To di kamar, Mbah To tak dapat lagi menulis surat. Ehtah kapan Mbah To menulis lagi, bahkan aku masih ingin membaca lanjutan dari surat yang ia tulis. Setidaknya jika ada surat baru yang ia tulis, ia menandakan bahwa dia baik-baik saja. Tapi waktu itu tak datang begitu saja.

Lihat selengkapnya