Me After You

Julie Septy
Chapter #1

1

Seharusnya sore ini Bima pulang ke tempat tinggalnya, sebuah apartemen sederhana di sudut kota Jakarta. Namun Bima memilih untuk duduk di salah satu kafe di bilangan Bintaro, tak jauh dari kantornya.

Dencing lonceng terdengar saat Bima membuka pintu kafe. Dia segera mengambil tempat di sudut, dekat jendela. Di sofa beledu empuk berwarna keabuan, ditemani meja kayu memanjang.

Cappuchino!” desisnya saat seorang pramusaji menghampirinya.

Sore itu, kafe favoritnya tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung. Tiga diantaranya sedang duduk di salah satu meja dengan wajah serius. Kertas-kertas terbuka di hadapan mereka. Laptop menyala, menampilkan gafik dan worksheet yang dipenuhi angka. Dua pengunjung lain, sepasang anak muda, sedang duduk berhadapan di meja dekat kasir. Dua gelas minuman di depan mereka nyaris kosong.

Bima mulai membuka laptop yang dibawanya. Bukan untuk bekerja, tentu saja. Dia sudah jenuh menangani segudang tugas seharian ini. Dia ingin ‘melihat’ seseorang yang teramat dirindukannya. Terlebih setelah dia harus pindah ke Jakarta. 

Beranda facebook miliknya segera terhampar. Namun dia tak menemukan status gadis yang dicarinya dalam lini masa. Hanya status beberapa sahabat-sahabatnya saja. Bima beralih pada akun milik gadis itu. Gambar profilnya menampakkan foto seorang gadis yang diambil dari samping. Gadis dalam foto itu tengah menatap jendela dengan pandangan yang sulit diartikan. Tidak ada pembaruan apa pun. Sepertinya memang gadis itu sedang tidak aktif. Status terakhirnya bertanggal tiga hari yang lalu. Bima mengerang frustasi, menggeser laptopnya di meja sedikit kasar.

“Hei, Bim!”

Sapaan itu membuat Bima beralih. Lelaki dengan rambut ikal dan wajah sedikit tembam datang menghampirinya. Dia Adam, pemilik kafe ini. Mantan rekan kerjanya yang banting setir menjadi seorang pengusaha.

“Liat apa?” Adam menjulurkan leher, mencoba mengintip laptop Bima yang masih terbuka. Tapi Bima lebih cepat. Dia segera menutup laptopnya dan menyingkirkan benda itu dari meja.

“Dasar pelit!” cibir Adam.

Bima tahu laki-laki itu cuma bercanda. Karena setelahnya Adam tertawa. Kini mereka sudah duduk berhadapan. Seorang pramusaji datang membawa cappuchino pesanan Bima.

“Apa kabar kantor?” tanya Adam ketika pegawainya berlalu.

Bima menyesap cappuchino, mendecakkan bibirnya. “Seperti biasa. Tidak ada perubahan apa-apa sejak kamu resign.” jawab Bima. Tangannya sibuk mengaduk minuman berbusa di depannya. “Dan setiap kali aku datang, kamu selalu menanyakan itu.” tambahnya.

Adam tertawa. Dia sadar, kok. Dia cuma merindukan suasana kantor yang penuh aturan absurd namun juga menuntut kinerja tinggi. Tapi dia jauh lebih bahagia sekarang, setelah berhasil mewujudkan mimpinya mendirikan Coffemate, warung kopi yang dikemas elegan.

“Mungkin sebentar lagi ada mutasi karyawan, Dam.” celetuk Bima, teringat hasil rapat dewan beberapa hari lalu. Dia tidak sengaja mendengarnya ketika melintasi ruang rapat yang pintunya sedikit terbuka.

Lihat selengkapnya