Tania membereskan semua file di meja dengan satu tangan. Tangan yang lainnya sedang sibuk memegang ponsel yang menempel di telinga.
“Maka dari itu, Mbak. Coba dipikir deh. Aturan barunya itu merugikan siapa? Bukan saya. Situ yang rugi.” Omelnya.
Sudah setengah jam dia bicara dengan customer service dari perusahaan finance yang berjanji hendak memberi pinjaman untuk usahanya. Wedding Organizer-nya sedang berkembang pesat. Butuh suntikan modal tambahan. Semua syarat sudah ia lengkapi. Tapi sampai sekarang masih dalam tahap negosiasi. Alot sekali.
“Bayangkan begini aja, Mbak. Kalau pihak ketiga itu bawa lari duit pinjaman saya, siapa yang salah?”
“Kok saya? Kan situ yang menyarankan rekening pihak ketiga untuk transfer uangnya, bukan ke rekening saya. Enak aja bilang saya yang salah.”
“Lagian aturannya aneh. Yang mengajukan aplikasi kan saya, kenapa uangnya ditransfer ke pihak ketiga. Yang bukan keluarga lagi. Mbak ngerasa aneh, enggak?”
Tania meraih tas hitamnya, memasukkan power bank, setumpuk kertas, buku agenda, dan sebuah kotak pensil.
“Kalau memang syaratnya enggak bisa diubah, saya cancel aja deh. Besok berkasnya saya ambil. Daripada nanti uangnya di bawa kabur, tapi saya yang disuruh ganti. Mending saya cari perusahaan finance lain aja deh, yang syaratnya lebih masuk akal. ” Gerutu Tania.
Dia sudah melangkah menuruni tangga kantornya, menuju basement.
“Enggak usah, deh. Saya cancel aja. Syaratnya aneh.” Tolak Tania sebelum mematikan ponselnya dan mendorongnya jauh ke dalam tas yang sudah penuh sesak. Rambut ikalnya bergoyang-goyang seiring langkah kakinya.
Sebulan yang lalu, seorang sales datang ke kantornya. Minta waktu setengah jam saja, katanya. Awalnya Tania tidak tertarik. Tapi setelah dipikir-pikir, Tania memang membutuhkan tambahan modal untuk usahanya. Dia perlu merenovasi beberapa bagian di kantornya, membuat dua ruang tambahan untuk rapat dan untuk menyimpan segala berkas. Ruang arsip lah istilahnya. Perusahaan itu menawarkan bantuan dengan cicilan ringan dan bunga yang wajar.
Hari berikutnya Tania sudah siap dengan semua syarat yang diminta. Tapi, berbeda dengan sales yang mendatanginya, customer service yang menghubunginya meminta syarat tambahan berupa fotokopi KTP dan buku rekening pihak ketiga yang bukan keluarga. Alasannya, uang itu tidak langsung ditransfer ke rekeningnya, tapi melalui rekening pihak ketiga. Otak manajemen Tania tidak bisa mencerna aturan itu. Tidak masuk akal.
Ponselnya berdering ketika mobilnya baru saja memasuki jalan raya, membelah jalanan Surabaya yang siang itu cukup padat meski matahari bersinar terik.
“Taniaaa...” suara cempreng itu, Tania hafal pemiliknya. Azima, editor sekaligus sahabatnya.
“Aduh, jangan teriak-teriak.” Gerutu Tania. Sisa kesal masih ada dalam nadanya.
Suara itu terkekeh. Sepertinya dia tidak tersinggung dengan sikap ketus Tania.
“Ada apa, Zi?” tanya Tania.
Azima berdehem beberapa kali sebelum mengubah nada bicaranya menjadi lebih serius.
“Royalti sudah aku transfer. Sesuai kontrak, setiap akhir semester.” Katanya.