Pagi ini Bapak-bapak mendirikan posko gempa, untuk kami tinggal sementara waktu. Hari ini adalah hari kedua setelah gempa terjadi yang melanda kampung ini.
Sekolah, rumah dan beberapa bangunan lainya runtuh, listrik padam, jalan terputus karena tertimbun longsor.
Setelah posko selesai, sebagian dari kami pindah ke posko kedua, karena di posko pertama sudah penuh dihuni.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang rumahnya tidak runtuh, mereka pulang menjemput peralatan yang dibutuhkan selama di posko seperti: pakaian, alat-alat memasak, obat-obatan dan bahkan ada yang membawa Televisi dan radio ke posko.
Siang ini, bantuan datang ke posko berupa sembako, pakaian, dan obat-obatan. Petugas kesehatan juga datang ke posko, untuk memeriksa keadaan kami semua, kami diperiksa satu persatu oleh petugas kesehatan.
Dika yang masih duduk di pojok posko, sejak pagi ia tidak berhenti menangis, Ibunya sudah berkali-kali membujuknya tapi, dia tetap menangis dan tidak mau makan.
“Dika, kamu belum makan dari kemarin, makan dulu ya.” Ibu Tita berusaha membujuk Dika.
“Aku tidak lapar Bu.” Air mata Dika tidak berhenti mengalir di pipinya.
Dika sangat terpukul atas kepergian Ayahnya untuk selama-lamanya.
Malam ini, kami di posko bersama-sama mendengar berita di radio dan televisi ternyata banyak bangunan seperti sekolah, rumah, kantor dan bangunan lainnya runtuh.
Pasien yang di rawat di rumah sakit di bawa keluar. Pasien yang tidak bisa berjalan di bawa keluar dengan kursi roda. Penghuni hotel berlarian ke luar, melewati tangga darurat. Anak-anak kecil di gendong orang tuanya berlari keluar ruangan. Nenekku di bawa keluar dengan infus yang masih terpasang. Tamu-tamu undangan pernikahan yang berteriak dan berlari meninggalkan acara. Semua berkumpul di luar sambil menyaksikan ada beberapa bangunan yang runtuh.