Keturunan India
Sebenarnya, darah India yang ada di dalam diri gue ini asalnya dari nyokap, kakek nyokap gue 100% asli India. Beliau berasal dari daerah Lucknow, Provinsi Uttar Pradesh, India Utara. Kalau kalian pernah denger Taj Mahal yang berada di Agra, tempat asal kakek nggak jauh dari daerah itu. Makanya, meskipun sudah bukan 100% India asli, dari segi wajah, masih ada sedikit karakter India kakek buyut gue.
Muka-muka saudara, tante ataupun om, ternyata terlihat kesamaan tertentu. Mata belo, hidung mancung, kulit cenderung kuning langsat ataupun sawo matang. Sayangnya, di keluarga besar sendiri kebiasaan yang berhubungan dengan negara eksotik itu sudah nggak ada jejaknya. Bahkan, beberapa kerabat masih mempertanyakan alasan kenapa gue tertarik belajar bahasa Hindi. Salah seorang anak Tante Soraya Haque juga sangat mewakili karakter pemuda India. Banyak yang bilang kalau Valeri (sepupu gue), mirip Opa waktu masih muda. Tinggi, tegap dengan hidung mancung, dan alis tebal. Pas gue memuji kemiripannya sama Abhishek Bachan, dia malah nggak mau disama-samain.
Satu orang yang lumayan klop sama gue adalah adik nyokap, Tante Shahnaz. Tante gue yang satu ini hobi baca buku. Setiap ada buku yang bercerita tentang era kerajaan India zaman dulu, dia pasti langsung inget gue. Nggak jarang kami suka diskusi buku-buku ber-setting India. Setiap ada waktu luang, Tante Naz juga rutin melakukan yoga buat menjaga kebugaran tubuhnya. Yeah, gue nggak sendirian-sendirian amat.
Selain itu, tante gue, Soraya Haque, yang sering dipanggil Mama Aya, juga rajin banget cerita soal Kakek Buyut. Katanya, kakek buyut kami itu dulunya seorang imigran dari India. Dia datang ke Indonesia dan kerja di sini sebagai pedagang. Setelah bertemu dan menikah dengan Oma Charlotte yang keturunan Belanda-Perancis, mereka menetap dan tinggal di sini. Mama Aya juga bilang kalau Opa Sirajul tuh, orang yang sangat cerdas. Beliau bisa berbicara dalam beberapa bahasa asing dengan baik. Dulu, beliau juga sempet buka toko sport di Pasar Baru bersama teman-teman segenk Bolly-nya.
Kenapa Harus India?
Setiap orang di dalam hidupnya pasti punya passion yang berbeda-beda, termasuk gue yang kebetulan punya passion mendalami budaya India.
Buat gue, passion tuh, sesuatu yang memberi energi untuk hidup gue. Sesuatu yang membuat bahagia, sesuatu yang bikin gue belajar lebih dalam lagi. Pokoknya, bukan semata-mata karena sebuah kewajiban, melainkan karena gue emang selalu happy dengan kegiatan itu.
Meskipun dulu waktu masih remaja masih malu-malu kalau ke-gap suka India, sekarang gue mikir kenapa mesti malu? Toh, gue masih ada keturunan India ini, jadi nggak salah, dong, kalau belajar bahasa nenek moyang dengan mengenal asal usul gue lebih dalam. Dengan belajar bahasa India, gue sebenernya belajar untuk mencintai salah satu bagian dari diri gue yang diwarisi leluhur terdahulu. Gue pengin banget bisa bersyukur jadi diri sendiri. Menurut gue, belajar budaya bisa membuat gue lebih kenal jati diri gue.
Gue punya motivasi yang hampir sama kok, kayak teman-teman di JNICC. Beberapa dari mereka emang punya darah India, seperti Sisca yang ibunya asli orang India. Jadi, dia udah ada keinginan belajar bahasa Hindi sejak masih SMP. Temen gue yang lain, bernama Nizar, adalah cowok yang dibesarkan dalam keluarga besar India dan Pakistan, dia pengin banget bisa nyambung kalau ngobrol sama saudara-saudaranya. Nizar sendiri udah belajar bahasa Hindi lho, sejak 2008. Wow, lama juga ya. Tak ketinggalan, beberapa temen yang menikah sama orang India yang butuh bahasa Hindi buat mempermudah komunikasi dengan pasangannya. Hmmm, ada juga sih, temen yang belajar budaya India gara-gara nge-fans sama para bintang Bollywood ataupun doyan nonton film India. Well, it is not a bad thing, right?
Dalam belajar budaya India, gue pengin total. Gue nggak cuma fokus sama bahasa Hindi, koleksi baju India ataupun bintang filmnya aja, gue pengin belajar semuanya, termasuk tari-tarian juga. Gue ngerasa dapet kebahagiaan batin saat nari. Bukan sekadar pengin kurus aja, lho, hehehe …. Gue ngerasa bisa lupa sama masalah ataupun hal-hal yang sedih. Menari jadi semacam sebuah terapi buat gue. Lihat aja deh, di setiap film India, jarang ada orang yang menari sambil nangis. Kebanyakan dari mereka ketawa, tersenyum, dan bahagia.
Apa pun motivasi seseorang buat mendalami sesuatu, gue yakin itulah semangat hidup mereka. Bahasa Hindi dan tari tradisional India itu nggak sepenuhnya gampang, lho. But again, itu bukan sebuah halangan. Pokoknya, kalau udah punya passion terhadap sesuatu hal, pasti kita akan selalu berusaha untuk mendalaminya. It makes you live a more passionate and happier life.
Koleksi Bolly
Sejauh ini, koleksi Bollywood gue sudah cukup beragam lho, alhamdulillah. Gue juga masih terus berusaha untuk menambah koleksi Bollywood ini. Semenjak suka Bollywood, gue koleksi buku ensiklopedia, majalah gosip Bollywood, majalah India Perspective, DVD film-film dan kumpulan lagu-lagu Bollywood, dan masih banyak lagi. Baju dan aksesori tentunya nggak ketinggalan. Seperti koleksi pada umumnya, beberapa barang sengaja beli karena memang suka dan beberapa koleksi dikasih sebagai hadiah. Perjuangan mendapatkan barang-barang kesayangan ini pun juga seru banget.
Gue punya satu rok rajasthani yang sangat gue sayang. Rok panjang ini terdiri atas beberapa warna, yaitu hijau, biru, merah, dengan hiasan semacam kaca-kaca kecil di bagian rok. Koleksi ini tuh, salah satu kerajinan khas dari Rajasthan, lho. Gue mendapatkan koleksi ini pas lagi liburan keluarga ke Bali. Waktu itu, kebetulan Ibu lagi berkunjung ke salah seorang teman India-nya, seorang guru yoga dan guru spiritual bernama Dokter Somvir.
***
Saat datang ke rumah guru yoga ini, suasana cozy langsung terasa. Budaya Bali terlihat serasi banget kalau disandingkan sama budaya India. Gue masih inget bagaimana sambutan hangat mereka, yaitu murid-murid yoga dari Dokter Somvir. Begitu masuk ke rumahnya, gue lihat koleksi buku-buku Bollywood-nya, baju-baju India, dan foto-fotonya bersama The King of Bollywood, Shahrukh Khan, yang ternyata adalah teman dari sang dokter.