Keyra
"Ve, buruan tidur. Jam berapa ini?" Aku menunjuk jam dinding di atas pintu kamar usai mematikan radio ponsel dan melempar benda itu ke atas bantal beserta earphone-nya. Vega, adikku, yang baru memasuki tahun SMA, hanya mengangkat sekilas wajahnya dari tablet yang sedang ia tonton.
"Ntar dulu ah, Mbak. Nanggung ini..." gumamnya sambil kembali menopang dagu. Ia sedang tengkurap di atas ranjangku, berselimut kapas, dan menonton drama Korea secara maraton. Sejak kegiatan belajar dialihkan menjadi jarak jauh, Vega jadi kurang disiplin. Salah satunya, ia selalu tidur kelewat larut.
Sebelum ada pandemi, Vega selalu tidur pukul sembilan malam. Paling larut, ia sudah masuk kamar pada pukul setengah sepuluh. Tapi sejak pandemi, Vega jadi sering tidur di atas pukul sepuluh malam. Bahkan ada satu kali ia baru memejamkan mata lewat tengah malam. Dan semua itu karena kebiasaan barunya yang suka menonton drama Korea. Belum lagi ketika ia menghabiskan waktu-waktu usai mengerjakan tugas dengan streaming kelompok vokal favoritnya, BTS.
"Besok kan bisa nonton lagi. Sini tab-nya." Aku mengulurkan tangan.
Vega berdecih. "Mbak Key pelit, ih." keluhnya.
"Bukan pelit. Kapan sih Mbak nggak bolehin pakai tabletnya?"
"Kemarin lusa?"
"Itu karena Mbak ada tugas, Ve. Lagian ini udah waktunya charging tuh." Aku menunjuk sudut tablet yang menampilkan indikator baterai tinggal sepuluh persen.
"Iya, iya. Nih." Ia akhirnya menghentikan streaming tontonannya dan mengembalikan ke menu utama. "Lagian besok hari sabtu. Aku kan nggak ada kelas online. Paginya juga nggak boleh ke mana-mana sama Ayah. Kenapa sih harus tidur cepet?" omelnya dengan wajah berlipat.
Aku tersenyum tipis saat mengambil tab dari tangan Vega, kemudian menyolokkan kabel charger pada port-nya. "Tetap harus tidur, Ve. Kamu nggak ingat Bunda kapan hari ngamuk gara-gara susah bangunin kamu?"
Adikku tidak menjawab. Tapi melihat rautnya yang kesal, ia juga tidak membantah. Bunda kami sempat meradang saat mendapati Vega masih terlelap padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi pada awal kegiatan sekolah dari rumah. Ia tidur dini hari karena keasyikan streaming drama Korea. Akibatnya, Vega terlambat mengikuti kelas daring dan terpaksa mengerjakan tugas tambahan bonus poin absensi.
Aku mengempaskan tubuh di ranjang sebelum bicara, "Kalaupun besok kamu nggak bisa ke mana-mana dan nggak ada kelas, kamu bisa mabar atau video call Mars."
"Dia kalau weekend tuh waktunya hibernasi, Mbak. Mana bisa diganggu?!" keluhnya. Mars atau Marshall adalah pacar Vega. Mereka baru jadian tiga bulan ini. Marshall senior Vega. Ia murid kelas sebelas sekaligus anggota tim sepak bola sekolah. Sama-sama suka olahraga seperti adikku. Bedanya, Vega menjadi anggota tim bola basket puteri.
Aku masih ingat bagaimana anak itu kali pertama datang ke rumah kami dan meminta untuk bertemu Ayah serta Bunda. Tujuannya sederhana, meminta restu untuk pacaran dengan Vega. Agak serius untuk anak yang masih duduk di bangku SMA. Tapi justru aku salut. Jarang ada remaja yang seperti itu di zaman sekarang.
Dan untungnya, Ayah tidak melarang. Hanya saja, ia memberi banyak nasehat untuk mereka berdua. Vega juga bercerita jika ia sudah dikenakan pada Ibu Marshall satu hari setelah mereka jadian. Hah.... Sungguh hubungan yang manis. Aku harap kisah cintaku juga seperti Vega.