“Ezra, kuperingatkan kamu! Sebisa mungkin jangan meladeni Liam dan kawan-kawannya. Nggak ada gunanya,” bisik Sam saat kami sudah kembali ke kelas.
“Apa yang udah mereka lakuin ke kamu?” Jujur saja, aku masih penasaran dengan cerita Sam yang belum selesai.
Sejenak ia mengerutkan dahi. “Ya, pokoknya jangan diladenin deh,” katanya tanpa memberi jawaban yang kuingingkan.
Aku belum memberikan tanggapan lagi ketika Ben menyeletuk, “Ez, kakakmu asyik, ya?”
Milo mengangguk setuju. “Betul! Keren kayak di film-film!”
Aku mendelik tidak setuju dengan ucapan mereka. Jangan sampai mereka mendengar pujian yang dilontarkan teman-temanku. Mereka akan lebih berulah lagi.
“Lo anak cowok satu-satunya, Ez?” tanya Milo. “Enak tuh! Nggak usah jauh-jauh, di rumah udah diperhatiin sama cewek-cewek.”
“Asyik dan keren? Enak? Menyiksa, tahu!” semprotku. Mereka belum merasakan bagaimana tersiksanya aku menjadi laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Mungkin dalam keluarga normal, enak dan menyenangkan. Namun, tidak dengan keluargaku yang penuh dengan orang-orang aneh. Kupikir, di antara kami berlima, akulah yang paling waras.
“Kakakku masih single semua, Ez?” Sam bertanya.
“Itu yang suaranya tinggi, cantik banget,” puji Ben.
“Jangan coba-coba!” Aku memperingatkan.
“Hahaha! Tenang aja, seleraku masih yang seumuran kok,” kelakar Ben. “Tapi, dia emang imut, ya?”
Kuanggukan kepala tanda setuju. Ya, secara fisik, Eiko memang yang tercantik di antara mereka. Namun, sebagai adik yang baik, aku akan mengatakan jika semua perempuan itu cantik dengan caranya masing-masing dan bagaimana mereka melihat dirinya.
“Aku ke toilet dulu.” Aku berdiri. “Ntar kabari kalau guru udah datang,” tambahku sambil mengacungkan ponsel. Tadi kami sudah bertukar nomor telepon, dan mereka pun mengangguk mengerti.
Aku berjalan sambil membuka layar ponsel. Mataku yang menyusuri laman media sosial, tidak melihat siapa yang ada di depan sampai kurasa tumbukan di bahuku.
“Sori,” kataku spontan. Kemudian aku tertegun ketika wajah manis itu balas menatapku dengan mata bulatnya yang cemerlang.
Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum. Ia pun masuk ke dalam, sementara aku masih bengong di tempat. Seolah panah cupid dilepaskan dan menancap langsung di hati, mulutku terbuka lebar melihat keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Sempurna itu. Bahkan siluetnya dari belakang terlihat cantik dan mempesona.
Cekikikan geli yang tertangkap oleh telinga, membawa kesadaranku kembali. Dua gadis yang rupanya teman sekelasku sedang berdiri di sana, seolah menungguku melakukan sesuatu.