Me and The Sisters

Lirin Kartini
Chapter #11

Bab. 11 - Sisi Lain Eiko

Aku dan Edith tiba di rumah ketika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Emily dan Eiko sudah menunggu di depan butik meski di dalam masih ada pelanggan yang sedang memilih pakaian.

“Ezra! Dari mana aja baru pulang jam segini?” sembur Emily ketika kami sudah mendekat. Ia pasti cemas apalagi ketika melihat wajah kami yang tampak kuyu dan berantakan.

“Kalian kok bisa berdua pulangnya?” Eiko menyadari Edith di sampingku.

Mendadak Emily mengalihkan pandang pada Edith yang masih cengar-cengir. Sorot matanya tajam menusuk seraya menegur, “Edith!”

Yang dipanggil hanya cengar-cengir tanpa rasa bersalah. “Sori, aku tadi butuh bantuan Ezra, jadi ya ….”

Emily menarik napas panjang dan membuangnya perlahan sebelum berkata datar, tapi tegas, “Edith, jangan bawa-bawa Ezra dalam masalahmu. Selesaikan masalahmu sendiri dengan benar, dan fokus kuliah kalau nggak mau beasiswamu dicabut!”

Kulihat Edith hanya mengangguk lalu masuk ke dalam. Sebelah tangannya membentuk huruf V di belakang punggung yang ditujukan padaku. Gerak bibirnya mengatakan, “Sori.”

Aku menatap Emily. “Sori, Kak, aku─”

“Lain kali, kamu harus bisa menolaknya, Ez. Aku sendiri bingung gimana urusin kakakmu yang satu itu.” Emily menatap punggung Edith yang sedang menaiki tangga. Kemudian pandangannya beralih padaku, “Masuklah.”

Eiko menemaniku naik sambil menepuk-nepuk punggungku. “Capek, ya? Mau minum yang hangat dan manis dulu?”

Wajahku berubah semringah mendengar tawaran itu. Tentu saja aku tidak akan menolak. Aku sangat menyukai minuman yang dibuat Eiko. Apa pun yang dibuat oleh tangannya terasa sedap dan nikmat saat bersentuhan dengan indra pengecapku.

Bergegas aku menaiki tangga dan masuk ke café yang dikelola Eiko. Café yang didominasi warna hitam dan putih dengan sentuhan daun-daun sintetis yang merambat di dinding itu tidak terlalu ramai. Hanya ada dua pasang pengunjung yang duduk di dekat jendela. Di atas meja masing-masing terdapat dua gelas yang belum habis isinya, juga potongan kue yang belum tersentuh.

Aku menarik kursi di dekat mesin pembuat kopi. Dua orang pegawai lainnya menyapaku ramah.

“Biar aku yang bikin.” Kudengar Eiko berkata demikian saat orang itu menanyakan tentang pesananku.

Mereka pun pergi dan mengerjakan tugas lain, sementara Eiko mulai sibuk menakar biji kopi. Tak lama terdengar bunyi coffee grinder yang memecah biji-bijian itu menjadi butiran halus. Bisingnya mengalahkan desis air yang mulai mendidih. Eiko segera mematikannya sebelum gelembung air yang terbentuk semakin besar.

Aku suka sekali memperhatikan Eiko saat bekerja. Biasanya dia akan tersenyum ketika menyadari aku sedang menatapnya. Seperti sekarang.

“Sebentar lagi.” Aku membaca gerak bibirnya. Ia kemudian melanjutkan dengan menyeduh bubuk kopi itu dengan dripper. Seketika harum kopi yang nikmat menyeruak ke seluruh ruangan dan menenangkan saraf-sarafku yang tegang.

Tubuhku sedikit rileks dan bersandar ke belakang. Eiko masih mencampurkan cairan hitam beraroma itu dengan susu yang creamy saat kupejamkan mata karena lelah. Aku menantikan kejutan apa yang dibuat Eiko dengan kemampuannya itu.

Lihat selengkapnya