Flashback masa SMA
“Asti bangun nak!!!! Udah jam setengah 7!” ujar ibu Asti sambil menarik selimut Asti. Sebenarnya Asti sudah bangun dari jam setengah lima namun ia pura-pura tidur karna tak ingin ke sekolah. “Bu 5 menit lagi ya!” pintanya. “Duuuuh kok 5 menit lagi? Cepet mandi sekarang!”. Namun Asti tak bergeming ia tetap menghadapkan badannya ke samping kanan membelakangi ibunya.
“Asti jujur sama ibu, kamu dinakalin lagi?” tanya ibunya memastikan. Sejak SD sampai SMP Asti menjadi korban perundungan oleh teman-teman sekelasnya. Karna kedekatan ia dengan kedua orang tuanya ia pun menceritakan semua yang dialami di sekolahnya. Orang tua Asti tak terima dan mendatangi sekolah lalu mengamuk di depan guru dan teman-teman Asti. Hal ini berdampak besar sehingga teman-teman Asti tak berani lagi mengganggunya. Meskipun tak mengganggu namun ia malah dijauhi seluruh teman-temannya.
Asti kemudian bangun dari tempat tidurnya. “Nggak bu! Asti cuma masih ngantuk aja! Asti mandi dulu” ujarnya kemudian dan masuk ke kamar mandi. Ibunya menghela napas lega seraya berharap yang dikatakan Asti benar. Asti menghidupkan keran kamar mandinya kencang. Ia jongkok dan menangis dengan suara tertahan. Pertama kali dalam hidupnya ia membohongi ibunya. Ia memang kembali menjadi korban perundungan di sekolahnya dan yang ia alami jauh lebih parah dari sebelumnya.
Ia mengusap lengan kanannya yang masih memar membiru. Baru kemarin teman laki-laki di kelasnya yang terkenal sangat nakal menendang lengannya tanpa alasan. Dia bilang dia sedang latihan taekwondo. Sakti merasa badan Asti yang gemuk sangatlah mirip dengan samsak. Dengan tertawa ia berkata “Tendangan gue boleh juga… Samsak jumbo aje sampe sempoyongan!” ujarnya saat Asti terjatuh. Namun Asti tak melawan dan hanya diam. Ingin rasanya ia menceritakan semuanya ke kedua orang tuanya. Namun ia berpikir bahwa sekarang ia telah dewasa dan sudah seharusnya ia bisa menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkan kedua orang tuanya lagi. Ia mengusap kedua matanya kemudian mandi dengan rintihan saat menyentuh lengannya.
Tinggal 5 menit lagi pukul 7 tepat. Asti berusaha untuk lari namun berat badannya mengganjalnya. Ia berlari dengan napas ngos-ngosan. Berat badannya saat ini tengah naik menjadi 80 kg. ‘Ah sudah pasti tak akan terkejar’ batinnya. Tiba-tiba kerah seragamnya ditarik dari belakang. “Ooiii tabung gas 80 kg!!” teriak orang di belakangnya. Ia mengadahkan wajahnya menatap pria yang tengah mencengkram kerahnya. “Muka loe santai aja dong! Badan udah gendut, muka juga ikutan jelek! Ckck apa sih kelebihan loe? Ish!!!” ujar laki-laki itu sambil menggelengkan kepalanya.
Laki-laki itu adalah tetangga depan rumahnya yang saat ini juga satu sekolah dengannya. Ia bernama Zuan Angkasa. Laki-laki paling tampan di sekolah dan ketua geng motor. Salah satu teman dekatnya adalah Sakti, cowok yang kemarin menendang lengan Asti. Zuan menjadi salah satu anak yang melakukan perundungan kepada Asti. Asti pun tak tau alasan mengapa Zuan menganggunya. Walaupun baru kali ini Asti satu sekolah dengannya namun Zuan sering menganggunya sejak masih kanak-kanak.
“Gue baru tau nama loe Purbasari?” tanyanya. Asti hanya diam dan menunduk ia terlalu takut karna tengah berhadapan dengan pentolan sekolah yang paling ditakuti. “Hahaha kagak salah bokap loe kasih nama itu? Pantesan juga lutung! Hahaha” ujarnya tanpa rasa bersalah. Ingin rasanya Asti menangis mendengar ejekan Zuan yang nggak lucu sama sekali malah terdengar sangat menyakitkan.
“Cuan dong!” ujarnya tiba-tiba sambil melingkarkan lengannya ke leher Asti. Asti hanya memandangnya. Jika ia memberikannya, ia tak akan punya ongkos untuk berangkat ataupun pulang tapi kalo tidak diberikan, Zuan pasti akan memukulnya. “Oiii lu denger nggak? Cuan!! Kasih gue cuan! Gue nggak ada uang buat ngangkot!”. Asti tetap tak bergeming. Menjadi kesal Zuan mengangkat tangannya lalu memukul kepala Asti dengan sangat keras. Asti menangis namun tak diindahkannya. Lagi-lagi ia akan memukul Asti namun tiba-tiba tangannya ditahan kuat seseorang.