Aji tiba-tiba mengangkat tangan kanannya dengan takut-takut saat pelajaran Pak Dony, guru kimia. “Iya Aji! Ada pertanyaan?” tanya Pak Doni. Aji menelan ludahnya. “Nggak ada pak! Saya cuma mau lapor saya tadi lihat ada putung rokok di kelas ini!”. Mimik wajah Pak Doni menjadi marah mendengarnya. “Siapa di kelas ini yang merokok?” tanyanya. Tak ada suara dan juga hening. Pak Doni menghela napasnya “Kita lakukan inspeksi mendadak! Sekarang semua keluar saya cek tas kalian satu-satu!”. Mereka pun keluar menuruti perintah Pak Doni. Walaupun mereka tak membawa rokok tapi mereka tetap merasa tegang takut barang lain juga akan disita.
Aji menyenderkan badannya ke tembok sambil menunduk. 20 menit akhirnya Pak Dony keluar sambil membawa tas berwarna biru tua. “Tas siapa ini?” tanya Pak Doni. Asti mengangkat tangannya, “Tas saya pak!”. Pak Dony menahan emosinya, “Ikut saya ke kantor!” ujarnya. Deg jantung Asti berhenti. Ada apa ini? Ia pun tak mengelak dan mengikuti Pak Doni menuju kantor.
Aji memandang punggung Asti dengan penyesalan, ‘Maafin gue Asti!’ batinnya. Ia sengaja menaruh rokok di dalam tas Asti sesuai perintah Zuan. Ia tak berani menolaknya karna Zuan mengancam akan memukulinya jika ia tak melaksanakannya.
Asti terus mengelak dan menangis di ruang BK. Ia selalu berkata bahwa rokok itu bukan miliknya. Tapi bukti sudah sangat kuat sehingga pihak sekolah memberi hukuman kepada Asti yaitu skors 3 hari. Asti terus menangis sepanjang jalan pulang. Di dalam kepalanya terpikirkan apa yang harus disampaikan kepada kedua orang tuanya. Ia berpikir mungkin besok ia tetap akan mengenakan seragam lalu pergi ke mana sampai jam pulang sekolah agar orang tuanya tak mengetahui bahwa ia diskorsing.