“Astiiiiiiiiiii” teriak beberapa cewek di depan rumahnya. “Astiiiii!!!” teriaknya lagi sambil mengetok pintu. Asti menyeka air matanya, “Dini, Lena!” pekiknya. Segera ia turun dan membuka pintu rumahnya. Dan benar dugaannya Dini dan Lena tengah berdiri di depan rumahnya. “Astiii kamu nggak papa? Aku barusan denger beritanya!” ujar Dini berkaca-kaca. “Kami percaya rokok itu pasti bukan punya kamu! Kamu kan baik dan pinter mana mungkin kamu ngelakuin itu!” ujar Lena yang langsung memeluk Asti diikuti Dini.
Asti mematung dengan mulut mengangga. Ia menangis lagi. Ia baru menyadari betapa egoisnya dirinya yang berniat meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. Orang-orang yang mempercayainya. Walaupun satu sekolah mempercayai kasus itu setidaknya masih ada orang yang mempercayainya.
Bukankah aku akan menjadi sama dengan mereka yang menghinaku yang selalu menganggap dirinya jauh di atasku jika aku mati? Jika aku pun sama seperti mereka yang membenciku lalu siapa yang akan membelaku? Siapa yang akan mencintaiku? Kalau bukan diriku sendiri? Hanya diriku sendirilah yang dapat melakukannya di saat seluruh dunia membenciku.
Terlalu egois jika aku bunuh diri karna hanya memikirkan diriku saja. Ketika aku tak ada lagi di dunia ini semua masalahku selesai tapi bagaimana dengan orang-orang yang kutinggalkan? Orang-orang yang ingin berada di sampingku? Betapa bodohnya aku jika karna keegoisanku semata aku harus menyakiti mereka. Aku berjanji tak akan lagi berpikiran untuk mengakhiri hidupku. Karna aku berharga bagi mereka dan mereka berharga bagiku. Aku nggak berniat untuk mati lagi karna aku mencintai diriku dan aku tak akan lagi menyerah untuk membela diriku sendiri.
***
Asti membuka matanya perlahan lalu ia membuka tasnya dan diambilnya dompet berwarna pink dengan gantungan honey badger yang terlihat telah usang. Ia mengenggamnya sambil tersenyum.