Kriiiiiiiiiinggggg!!!!!! Bunyi jam beker yang memekakkan telinga. Dengan malas Asti mengambil jam itu dan mematikannya. “Hah jam 6?????” pekiknya kaget. Ia mengusap matanya dan melihat ke sekeliling kamarnya. Saat ini ia tak bisa membedakan pagi dan malam dari dalam kamarnya. Kamar kecilnya tak memiliki jendela yang langsung menghadap ke luar. Mau pagi atau malam lampu akan tetap menyala karna letak kamar kosnya yang berada di ujung. Tiba-tiba ia merasa rindu rumahnya, jika jam segini kamarnya pasti sudah terang benderang. Hah mau gimana lagi? Meskipun sama-sama Jakarta tapi kemacetan parah yang bahkan membuat kendaraan sampai tak bisa bergerak berjam-jam memaksanya untuk tinggal di kos yang dekat dengan kantornya.
Ia bangun lalu terduduk. Ia melihat ke arah kedua tangannya dan memperhatikannya dengan seksama. Dipandanginnya lekat-lekat, “Hah,, makin besar aja!” pekiknya. “Kayaknya nambah lagi!”. Ia meregangkan tangannya ke udara, “Harus olahraga nih! Kalo ketauan dokter Tety bisa diomelin parah!”. Ia pun bangun dan bergegas untuk jogging di sekitaran komplek.
Setelah jogging Asti bergegas mandi dan menuju ke dapur. Ia mulai memasak nasi goreng sambil menerima telepon dari ibunya. “Nak gimana kabarmu? Baik-baik kan di sana?” tanya ibunya khawatir. “Iya bu, Asti baik-baik aja!”. “Kamu makan apa nak hari ini? Udah masak? Kalau belum biar ibu bawain makanan ke sana!”. “Ngggak usah bu….. Ini Asti lagi bikin nasi goreng kok!”. “Beras masih ada? Terus uangmu nggak kurang kan?”. Asti sedikit tertawa, “Tenang aja bu, Asti udah gede bukan anak kecil lagi! Asti udah bisa kok ngurus diri sendiri!”. “Hah iya ya! Nggak kerasa anak ibu yang cantik ini udah gede. Kayaknya baru kemarin kamu bisa jalan tau-tau udah tinggal sendiri aja!”. “Ya udah bu, Asti siap-siap ke kantor dulu ya!”. “Selamat bekerja ya anakku yang cantik! Jangan lupa jumat pulang ya!”. “Iya bu! Daah!”
Asti mematikan ponselnya dan tersenyum. Padahal sama-sama tinggal di Jakarta tapi kedua orang tuanya sangat khawatir. Tak bisa dibayangkannya jika ia tinggal di luar kota akan khawatir seperti apa mereka. Bisa-bisa bapak ibunya akan ikutan pindah rumah mengikuti dirinya. Ia bersyukur memilki orang tua yang seperhatian mereka. Ia tak merasa terkekang sedikitpun akan perhatian kedua orang tuanya. Karna mereka jugalah Asti menjadi orang yang tahan akan perundungan yang menimpannya.
“Eh elo yang barusan pake kamar mandi?” ujar Sita dingin dari balik punggung Asti. “Iya kak gimana?”. “Bau banget abis loe pake! Perut loe isinya apaan sih? Pantes badan loe begitu, semua-semuanya elo makan isinya sampah semua! Awas ya sampe loe pake kamar mandi bau lagi, gue usir loe dari sini!”. Asti menghela napasnya, “Pagi ini saya cuma pakai untuk mandi. Saya belum pakai kloset sama sekali!”. “Alesan aja loe!” ujarnya yang langsung meninggalkan Asti. Asti menggelengkan kepalanya.
***