“Pagi!!!” sapa Mery. Terlihat Mery masuk mengenakan tas LV barunya. Ia sengaja menentengnya tinggi-tinggi agar semua orang di dalam ruangan melihatnya. “Tsk…” ia berdecak kesal saat tak ada satupun dari mereka yang menanggapi tas barunya. “Ah mana sih Tania?” ujarnya sebal sambil duduk di kursinya. ‘Dasar kampung semua!! Nggak tau kalo tas gue mahal apa?!’ batinnya sebal.
“Pagi!” sapa Tania saat masuk ke ruangan. Mendengar suara Tania Mery langsung tersenyum dan segera ia mengambil tasnya, ‘Cuma Tania doang yang nggak kampungan di sini!’ batinnya girang.
“Beb kenalin bayi baru gue nih! Hahahaha” ujarnya sambil memamerkan tasnya. “Iiiih gilak!!!! Loe akhirnya beli? Gilak sih ini!” ujarnya dengan penuh kekaguman sambil mengangkat tas milik Mery. Ia tampang girang melihatnya seakan dia yang mempunyai tas itu.
Mery tersenyum bangga. Namun Mery memiringkan kepalanya menatap Tania ia merasa ada yang berbeda di wajahnya. “Eh beb pipi loe kenapa?” tanya Mery yang masih menatap pipi kiri Tania. Tania berderham lalu menggaruk belakang lehernya, “Gue jatuh kemaren haha!” ujarnya gemetar lalu mengembalikan tas Mery.
Asti menatap curiga Tania yang salah tingkah dengan ucapan Mery. Ia terus menutupi pipi kirinya. Ia tampak gelisah. Entah mengapa ingin sekali Asti menanyakannya tapi ia mengurungkan niatnya. Ia tidak terlalu dekat dengan Tania dan ia rasa Tania pun tak ingin membahasnya bahkan kepada Mery sekalipun yang merupakan teman dekatnya di kantor. Asti pun kembali memalingkan pandangannya ke komputer di depannya.
Harvin masuk ke ruangan, semua karyawan menyapanya. Harvin hanya tersenyum tipis membalasnya. Saat hendak masuk ke ruangannya ia menatap Asti. “Saya tunggu rancanganmu sampai minggu depan. Tepati perkataanmu kemarin!” ujarnya yang langsung melengos masuk ke ruangan. “Baik pak!” balas Asti pelan. Asti menjatuhkan kepalanya ke meja sambil menghela napasnya. Belum juga ia menemukan ide. Kemaren di kos ia hanya bengong dan tak kunjung mendapatkannya.