Keesokan harinya mereka menghadiri pelatihan design grafis oleh mentor asal Amerika yang memang terkenal mahir dalam membuat grafis pada iklan ataupun film. Asti terus membuka matanya lebar seraya menahan kantuknya yang luar biasa hebat. Baru dua jam berlalu dan Asti benar-benar tak tahan. Ia merasa Harvin salah mengajak dirinya untuk ikut pelatihan ini. Jika ia tau dari awal bahwa pembicaranya berasal dari luar negri pasti sudah ia tolak dari awal. Asti memang lemah dalam Bahasa Inggris. Semua mata pelajarannya bernilai tinggi tapi hanya Bahasa Inggris yang bernilai rendah. Ia pun hanya mengerti Bahasa Inggris pada program dalam grafis. Selebihnya untuk berkomunikasi ia sangat lemah.
Ia melirik sekilas ke Harvin yang duduk di sebelahnya. Harvin tampak serius menyimak penjelasan dari mentor itu bahkan sesekali ia mencatat hal penting yang disampaikan. Pandangannya lurus kedepan dan tak menoleh ke kanan atau ke kiri. Asti membandingkan catatannya dengan catatan Harvin. Sudah hampir 5 lembar Harvin mencatat isi dari pelatihan itu. Sedangkan note Asti masih bersih putih tanpa tulisan apapun di sana.
Mereka pun duduk di ruang tunggu bandara. Masih ada waktu 3 jam lagi pesawat mereka take off. Tiba-tiba handphone Harvin berbunyi yang merupakan panggilan dari Kyra. Ia pun langsung mengangkatnya dan tampak beranjak menjauh.
“Sayang kamu masih di Bali kan? Aku ada pemotretan di Bali besok dan entar malem aku take off. Kita ketemuan di Bali ya!!!” terdengar suara manja dari seberang. Harvin menghela napasnya, “Maaf Kyra, aku sebentar lagi take off ke Jakarta. Kita ketemuan aja di Jakarta ya!”. “Tsk... Kita kan udah lama nggak ke Bali berdua! Nggak bisa kah kamu luangin waktu buat aku? Mumpung kamu juga lagi di Bali!”. “Aku besok ada meeting jadi hari ini harus balik ke Jakarta! Bulan depan aku ajuin cuti dan kita ke Bali ya!”. Tak ada suara dari seberang Kyra hanya diam. Ia merasa sangat kecewa. “Sayang??” tanya Harvin karna tak ada jawaban.
“Kerja terus kerja terus!!! Selalu kerja sedangkan aku selalu kamu nomor duain!!! Apa kamu udah nggak sayang lagi sama aku? Sekarang kamu pilih aku atau kerjaan kamu?” ancam Kyra. “Kyra... Tolong bersikap dewasa sedikit!” jawab Harvin dingin. Tut..... Telepon diputus dari seberang. Hah!!! Harvin menghela napas panjang.