Beberapa minggu setelahnya Harvin setiap pulang kantor selalu mengajak Asti minum ke kedai kopi dekat kantornya. Ia merasa setiap kali pulang dari kantor hatinya akan terasa sangat kosong sejak ia memutuskan hubungan dengan Kyra. Karna hal itulah ia selalu mengajak Asti pergi agar sesampainya di apartemen ia akan langsung tidur sehingga tak ada waktu untuk memikirkan Kyra. Merupakan hal yang tepat ia mengajak pergi Asti. Hatinya terasa lebih ringan karna Asti sangat menyenangkan saat diajak ngobrol. Sering mengajak ngobrol Asti membuatnya mengenal sosok Asti yang sebenarnya. Ternyata ia bukan lagi anak kecil yang dulu menangis di depannya sekarang ia adalah wanita dewasa yang sangat bijaksana.
Dimas menguap di sebelah Asti sambil merenggangkan kedua tangannya ke udara. Matanya tampak berair dan terus saja menggerutu, “Kenapa mesti jam segini sih syutingnya??!!!”. Asti hanya nyengir mendengarnya. Jika ia menjadi Dimas ia pasti akan menggerutu seperti dirinya. Tinggal satu jam lagi pulang kantor tapi mereka berdua harus terjebak karna syuting iklan hari ini dimulai pada jam krisis untuk pulang kantor.
“Untung Kyra! Kalo bukan, mending gue ngundurun diri dari perusahaan!” ceplos Dimas. “Kyraaaa???!!” teriak Asti tertahan. “Heem, lu nggak baca skripnya?!”. Asti menggeleng. Bagaimana ia mau baca skrip orang baru satu jam yang lalu dia tiba-tiba ditunjuk untuk menemani Dimas menggantikan Ratih yang mendadak sakit. “Hah!!! Kapan sih dia datengnya?! Btw kok Pak Harvin tumben nggak keliatan biasanya kan dia pasti dateng kalo modelnya Kyra”. Asti hanya mengangkat kedua bahunya tinggi. Akan betapa canggungnya mereka jika Harvin datang. Untunglah ia tak datang.