Zuan menatap ke langit hitam di atasnya. Rasanya kakinya sangat lemas untuk melangkah. Kenakalannya dulu akibat rasa iri kepada Asti malah menyebabkan trauma mendalam bagi Asti. Alasan ia membully Asti dulu selain karna perkataan ayah Asti yang menyakitkan juga karna ia merasa iri yang sangat dalam pada Asti yang memiliki orangtua lengkap dan sangat menyayanginya. Hal yang tidak bisa ia rasakan sejak ayahnya pergi. Ia sangat membenci dirinya saat ini. Andaikan dulu ia bisa mengendalikan rasa irinya itu, ia tak akan membully Asti dan Asti saat ini tak akan ketakutan terhadap dirinya. Padahal saat ini dirinya tengah berusaha untuk terlihat baik di depan Asti. Tapiiiii…
***
Asti dan Harvin masih terdiam atas kejadian tadi. Harvin terdiam karna menahan amarahnya. Jika saja tak ada Asti sudah pasti umpatan yang keluar. “Kenapa kamu maafin dia? Dia nggak pantes dimaafin!” ujar Harvin tiba-tiba memecah keheningan.
“Kata orang, balas dendam yang paling menyakitkan bagi musuh adalah di saat kita memaafkannya! Terlebih itu bukan wewenangku untuk membalas dan nggak memaafkan. Tuhan saja yang berwenang untuk menghakimi umat-Nya mau mengampuni. Siapakah aku yang bersikap mendahului Tuhan dengan tidak mengampuni orang yang menyakitiku?”.
Harvin menghela napasnya. Ia bahkan tak bisa membantah ucapan Asti. Ia merasa ingin memilikinya.
***