Wajah Asti yang ketakutan terlihat sangat jelas. Zuan juga melihat dirinya yang tertawa keras saat mendorong Asti masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya. Gedoran pintu dan tangisan Asti dari dalam tak diindahkannya bahkan tawanya semakin menjadi.
Zuan terkesikap dari tidurnya. Ia mengusap pipinya yang dibanjiri air mata. Dadanya masih berdegub kencang saat mengingat mimpinya semalam. Mengingat wajah Asti yang ketakutan. Hah ia menghela napasnya. Rasa bersalahanya kian hari kian menjadi terhadap Asti.
Ia menuju ke dapurnya dan menemukan memo kecil yang tergeletak di atas meja, ‘Kalo udah bangun panasin sup yang ada di panci!’. Ia membuka panci itu dan benar semangkuk sup dingin ada di sana. Terlintas ingatan akan kejadian kemarin saat ia mabuk. Lagi-lagi ia menghela napasnya dan mendaratkan kepalanya keras ke meja beberapa kali.
Rasa penyesalan campur aduk menyelimuti dirinya. Ia merasa lebih baik Asti dendam dan membalasnya daripada ia berbuat baik seperti ini. Perbuatan baik Asti benar-benar menyiksanya sampai ketulang-tulangnya. Apalagi di sisi lain ia sangat bersalah terhadap Asti namun sisi lainnya ada perasaan egois ingin memiliki Asti.