Malam hari Sierra, Ammar dan Nuke jalan beriringan menuju rumah mereka. Seperti biasa mereka selalu pergi menggunakan transportasi umum GoTrans.
"Oh, jadi yang kemarin pindahan itu kamu," ujar Nuke, ia mengingat beberapa hari yang lalu ada sebuah truk pengangkut barang.
"Tapi, perumahan di sini amankah?" tanya Ammar.
"Aman, aman, sejauh ini gak ada kejadian apa-apa di sini. Kenapa memangnya?"
Ammar meangguk-angguk. "Oh, tak, soalnya dua malam lalu, aku merasa di depan rumah seperti ada yang mengintip. Aku takut kalau itu orang jahat," ucap Ammar.
Sierra terbatuk batuk. Gadis itu merasa tersindir dengan ucapan Ammar. Sierra memelototi Ammar. Ada apa sih dengan pria itu, selalu saja menyindirnya. Sepertinya dia tipe pria yang pendendam. Seharusnya kan ia sudah melupakan kejadian itu. Lagipula Sierra sudah menjelskan kenapa malam itu ia mengintip ke rumahnya. Awas saja nanti kau kan ku balas, gerutu gadis itu dalam hatinya.
"Masa sih, mungkin cuma orang iseng. Atau sebaiknya kau pasang saja kamera pengawas agar kau merasa lebih aman," ucap Nuke.
Ammar menerawang ke atas. "Kamera pengawas. Boleh juga."
Sierra mencela, "Hei jangan lupa besok kita harus berbelanja untuk pesta barbekyu," kata Sierra, mengingatkan.
"Iya, iya aku ingat. Aku duluan ya." Ammar sampai terlebih dahulu di rumahnya. di susul oleh Sierra yang rumahnya berada di tengah-tengah antara rumah Nuke dan rumah Ammar.
Sierra baru saja selesai mandi, ia sedang memakai piyama mandi berwarna kuning. Gadis itu sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Ia mendengar ponselnya berbunyi lalu mengambilnya di atas meja rias.
"Senengnya punya tetangga artis Malaysia," ucap Nuke di ujung sana.
"Biasa aja ah."
"Tapi kan lo fansnya dia."
"Gue bukan fans yang kaya gitu ya."
"fans yang kaya gimana maksud lo?" tanya Nuke.
Sierra berjalan ke arah jendela kamarnya. Ia menyandar pada tembok sambil menatap ke arah jendela rumah sebelah. "Fans yang suka minta tanda tangan, minta foto, terus setiap ulang tahun, fansnya suka kasih hadiah sama artisnya. Gue bukan fans yang kaya gitu. Gue sih biasa aja sama dia."
"Prett... biasa apanya. Lo lupa ya. Lo kan pernah bilang ke gue. Kalau lo ketemu sama Ammar Ramlie, lo bakalan makan malam sama dia, jalan-jalan sama dia. Pacaran sama dia. Inget gak."
Pikiran Sierra jadi melayang, ia ingat pernah mengatakan itu pada Nuke mungkin sekitar setahun yang lalu. Dan sekarang ia menyadari kalau sepertinya impiannya itu sudah terkabul. Ia sudah pernah makan malam bersama Ammar, meskipun harus bertiga dengan neneknya. Dan tadi siang, ia juga jalan-jalan berdua dengannya bahkan sambil makan es krim yang terlihat seperti sepasang kekasih.
Tapi ada satu hal yang belum ia lakukan dengan Ammar, yaitu, pacaran. Mata Sierra menangkap sesuatu. Ia melihat Ammar sedang di dalam kamarnya. Kamar kedua orang itu berada di lantai dua dan saling berhadapan. Sierra menarik napasnya dan menahannya. Matanya mengerjap-ngerjap. Ia melihat Ammar hanya memakai handuk yang menutupi pinggangnya.
Sepertinya ia habis mandi, ucapnya dalam hati. Sierra melihat tubuh Ammar yang atletis. Perutnya six pack, dadanya bidang. Oh tidak ! jantung Sierra berdegub kencang. Sial apakah kali aku sedang mengintip lagi? Tidak, tidak boleh. Dengan cepat wanita itu mengalihkan pandangannya dan langsung merebahkan diri di atas ranjang.
Siang hari, Sierra dan Ammar berjalan di antara deretan makanan yang di pajang pada rak besar. Sierra mendorong sebuah keranjang makanan yang hampir penuh. "Pilih yang mana ya?" Sierra menunjuk pada dua pilihan saus spagethi. "saus jamur atau saus ayam pedas ya."