ME (menemukanmu. Menangisimu. Mencintaimu)

Frasyahira
Chapter #11

SEBELAS

Ammar sedang menonton televisi. Ia duduk di sofa sambil memakan keripik singkong rasa keju. Ia menoleh kearah pintu depan ketika ada suara pintu rumahnya diketuk. Ia berjalan ke depan dan membuka pintu.

"Rayyan, ayo masuk, masuk," sambut Ammar mempersilahkan manajernya masuk. Mereka duduk di sofa berwarna putih di hadapan mereka ada sebuah televisi layar datar berukuran enam puluh dua inch. Beberapa barang masih berantakan dan belum di rapikan. Kardus-kardus berisi barang belanjaan yang ia beli bersama Sierra masih tersimpan di sudut ruangan. Kardus-kardus itu sampai di rumah kemarin sore dan masih tertutup rapat. Ammar belum sempat membongkarnya. Jadi ia meletakannya di sudut ruangan.

"Liat ini," Rayyan memperlihatkan tablet pc yang menampilkan jadwal keartisan Ammar selama di Indonesia. "Lusa kamu jadi bintang tamu di acara Happy Night Talk Show. Aku saranin, mendingan kamu ganti gaya rambut," ucap Rayyan.

"Ganti gaya rambut," Ammar menyentuh rambutnya. "Bolehlah," ucapnya.

"Rumah kamu masih berantakan. Belum ada yang beresin?" kata Rayyan melihat kesekeliling rumah.

"Ya mungkin besok baru aku beresin. Rencananya aku mau minta bantuan tetangga aku. Kemarin dia juga yang bantu aku beli perabotan rumah," ujar Ammar.

Rayyan meangguk-angguk lalu ia bertanya, "Kamu kenapa sih gak tinggal di Jakarta aja. Asal kamu tau aja ya Jakarta itu pusat dari industri hiburannya Indonesia. Semua stasiun tv besar dan rumah produksi adanya di Jakarta bukan kota ini."

Ammar tersenyum kecil. "Pertanyaan kamu itu sama persis dengan pertanyaan tetangga aku. Aku tidak suka Jakarta dengan kemacetan dan polusinya. Aku lebih suka di sini. Karena di kota ini sering turun hujan. Dan hujan bisa menenangkan pikiran aku. Jadi lebih baik aku tinggal di sini saja," ungkap Ammar.

Jam tujuh malam Sierra masih berada di dalam kafe Partikel Coffee. Ia menyimpan ponselnya di atas meja bundar yang terbuat dari kayu. Sierra menyuap kue Sachertorte yang berasal dari negara Austria. Ia menatap ke arah luar, melihat pedestrian yang banyak di lalui oleh orang-orang. Ada beberapa pelanggang masuk ke kafe dan biasanya mereka langsung menuju meja pelayan untuk memesan sesuatu. Ada seorang pelanggang pria masuk dan langsung menuju pelayan yang berdiri di belakang lemari kaca yang penuh dengan kue-kue cantik. Pria itu memesan Kopi Americano setelah itu ia langsung duduk di dekat jendela kaca. 

Sierra menyedot es cokelat bubble sambil melihat ke sekeliling. Beberapa meja di isi oleh pasangan muda yang sedang berpacaran. Hatinya terasa lesuh jika melihat mereka bercanda dan tertawa bersama dengan pasangan mereka. Sierra mendecakan lidahnya ketika melihat ada dua anak remaja berseragam SMA yang sedang berpacaran. 

Kedua remaja itu hanya memesan satu es cokelat namun mereka meminumnya secara bergantian. Kedua tangan mereka yang ada di atas meja saling berpegangan. "Apa-apaan mereka. Pulang sekolah bukannya langsung pulang kerumah, malah pacaran. Dasar anak jaman sekarang," gerutu Sierra bibirnya bergerak gerak tidak beraturan.

Hatinya jadi kesal melihat kedua remaja itu. Dalam hatinya Sierra mengutuk mereka, tidak bukan mereka saja tapi, mereka semua yang memamerkan kemesraan di hadapan umum. Baginya, mereka yang memamerkan kemesraan sangat tidak menghargai hati seorang jomblo seperti Sierra. Tapi sebenarnya dia sendiri bingung apakah dia marah atau cemburu. Sierra menghela napasnya, ia kesal dengan perasaannya sendiri. 

Melihat mereka semua memiliki pasangan sementara ia tidak rasanya sungguh memalukan. Bahkan Neneknya sendiripun mencurigai kalau ia seorang lesbian. Sierra menggaruk garuk kepalanya yang gatal. Ia kembali menatap ke jalanan. Seorang pelayan datang mengantarkan kopi Americano kepada pria yang tadi memesannya. Sierra melirik pria yang duduk tiga meja darinya. Matanya terbelalak ketika melihat pria itu. Karena pria itu adalah cinta pertamanya.

Matanya terbelalak ketika melihat pria itu.

Karena pria itu adalah... Cinta pertamanya. 

Sierra mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap ke arah pria itu. Ah, mungkin dia salah lihat. Sierra menyipitkan kedua matanya untuk menajamkan indera pengelihatannya. Benar itu dia, tidak salah lagi. Sierra tidak mungkin salah mengenali wajah itu. Wajah yang ia lihat selama tiga tahun di masa SMA. Sekarang apa yang harus ia lakukan, menyapanya terlebih dahulu. 

Tapi ia malu namun jika tidak menyapanya ia mungkin tidak akan pernah bisa bertemu lagi. Terakhir kali mereka bertemu adalah delapan tahun yang lalu, di acara perpisahan sekolah. Gunakan cara itu, gumamnya dalam hati. Sierra sengaja menjatuhkan sendok kue ke lantai hingga menciptakan suara benturan yang nyaring.

Rayyan duduk di dekat jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan di luar. Saat ini ia sedang berada di sebuah kafe yang ada di jalan Ir.H.Djuanda Bogor. Kafe ini terletak tidak jauh dari Balaikota dan berhadapan langsung dengan Kebun Raya Bogor. Rayyan sedang membaca SMS yang masuk. 

"Hai Rayyan, apa kabar."

"Aku baik, kamu?”

"Aku juga baik. Aku akan berkunjung ke Jakarta bisakah kita bertemu?

Lihat selengkapnya