Ammar berbaring di atas kasur. Ia menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala. Saat ini ia sedang mendengarkan radio Gelora. Ammar tersenyum senyum sendiri ketika mendengar Sierra membacakan puisi darinya. Sebenarnya Ammar baru menulis puisi itu ketika ia pulang selepas melihat matahari terbit. Ia lalu mengirimkan puisi ciptaannya itu melalui surat elekronik. Ketika membuat puisi itu, ia mengingat ingat apa saja yang ia rasakan di atas bukit. Seulas senyuman selalui menemani ketika ia membuat puisi di laptop miliknya. Ammar membesarkan volume ponsel agar bisa mendengar suara Sierra lebih jelas.
Jam duabelas malam Sierra sudah menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memikirkan puisi yang di kirimkan oleh Ammar. Ia mengingat kata-katanya cahaya jingga, awan, angin, dingin, apa puisi itu di tujukan untuk dirinya. Tidak, tidak mungkin. Tapi puisi itu mengingatkan Sierra akan matahari terbit di atas bukit kapur.
Dan ditengah kebingungannya wajah Sierra langsung semringah mengingat pertemuannya dengan Rayyan di kafe. Gadis itu membuka daftar kontak yang ada di dalam ponselnya. Ia melihat ada nama Rayyan beserta nomor ponselnya. Sierra menyimpan ponsel itu di dadanya. Ia menutup mata dan membiarkan dirinya terbawa ke alam mimpi.
*****
Sierra mengetuk-ngetuk pintu rumah Ammar. Ia berdiri di atas teras sambil melihat ke sekeliling. Kenapa ia bersikap seperti seakan-akan ia tidak ingin ada orang yang melihatnya masuk kedalam rumah laki-laki lajang.
"Kenapa?" ucap Ammar yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Katanya kamu mau lukis aku. Jadi gak."
"Ayo masuk, kita langsung ke belakang aja ya. Bisa tolong bawain catnya," kata Ammar.
Mereka menuju ke danau. Sierra membawakan cat-cat dengan berbagai macam warna. Sementara Ammar membawa sebuah kanvas yang masih putih. Sierra duduk di sebuah kursi panjang. Ia membelakangi danau dan pepohonan yang mengelilinginya. Cahaya matahari pagi menghangatkan kulit putihnya. Ia duduk di ujung kursi. Tapi kenapa harus di ujung? kursi ini kan panjang, tanyanya dalam hati.
Ammar sudah setengah jalan melukis gadis itu. Ia melihat wajah Sierra yang terlihat gembira. Dari raut wajahnya Ammar tahu gadis itu menyimpan sesuatu dalam hatinya. Apa mungkin ia sangat senang di lukis oleh Ammar. Tapi mimik wajahnya tampak lain. Kenapa sih dengan wanita itu. Ia selalu saja membuat Ammar penasaraan. Apa sesungguhnya ia tidak tahu kalau Ammar sangat tertarik sekali dengan wanita yang selalu membuatnya penasaran.
"Kau ini kenapa sih? Dari tadi aku lihat kamu senyum-senyum sendiri," ucap Ammar, Ia menggoreskan tinta warna hijau di atas kanvas.
"Kemarin aku bertemu dengan seseorang dari masa lalu," kata Sierra.