Sierra dan Adhi duduk di depan ruang ICU. Tangan gadis itu gemetaran air mata masih sesekali menetes. Adhi mengusap-usap pundak Sierra untuk menenangkannya.
Tidak lama Nuke, Syifa dan Nenek Retno datang.
"Gimana keadaannya," tanya Nuke.
"Gak tau dia masih di dalam," jawab Adhi.
"Ini semua pasti ulah kau ya hei cewek Indon." Syifa menatap Sierra yang sedang di peluk oleh Nenek Retno dengan tajam.
"Kok nyalahin dia sih. Dasar ngaco lo." Nuke mengerenyitkan dahinya.
Syifa mendecakan lidahnya. "Lalu kalau bukan karena dia karena siapa? Ha! Karena kau!"
"Iya betul karena gue. Karena gue pernah pacaran sama cowok berandalan."
"Ssttt... jangan berisik ini rumah sakit," ucap Nenek Retno.
"Pokoknya abis ini kita harus laporin Bimo ke polisi." Adhi meremas kepalan tangannya karena kesal.
Pintu ruang ICU terbuka seorang dokter wanita keluar dengan wajah yang datar.
"Gimana dok?" tanya Sierra.
"Dia mengalami memar di wajah dan beberapa bagian tubuhnya. Kepalanya juga mengalami benturan tapi untungnya tidak ada pendarahan. Kita sudah memberikan dia tindakan. Jadi sekarang kita tinggal menunggu di sadar."
*****
Ammar sudah di pindahkan ke ruang pasien VVIP. Satu jam yang lalu Rayyan baru datang. Ia sudah melihat kondisi Ammar. Kini laki-laki itu duduk di samping Sierra yang dari semalam belum tidur.
"Mendingan kamu pulang dulu istirahat biar aku yang jagain dia disini," ucap Rayyan.
Sierra menggeleng. "Gak mau aku mau nunggu sampai dia siuman."
Syifa datang dengan dokter yang menangani Ammar. Ada beberapa perawat pria yang berjalan di belakang dokter itu. Mereka semua lalu masuk kedalam kamar VVIP tidak lama perawat pria keluar sambil mendorong kasur pasien yang di atasnya terdapat Ammar yang masih terbaring.
Sierra langsung berdiri. "Dia mau di bawa kemana dok."
Dokter itu memasukan kedua tangannya kedalam saku jas dokter yang berwarna putih. "Atas permintaan dari keluarga pasien harus dipindahkan ke Kuala Lumpur."