Me- Tanpa Di-

Indahdee__
Chapter #4

Today 06:32 AM

Aku terbangun dengan sebuah senyuman yang terbingkai indah. Aku selalu melakukan ini. Agar terlihat cantik bak putri saat bangun tidur mungkin. Aku merenggangkan otot-otot dan menghembuskan nafas perlahan lalu menatap jendela yang sudah membiarkan sinar matahari masuk. Dan tiba-tiba mood ku hilang tatkala melihat jadwal pelajaran hari ini yang ditempel di samping meja belajar dekat jendela.

Matematika. Mendengar pelajaran itu ingin membuatku tarik selimut dan tidur kembali. Terlebih lagi pelajaran tersebut ada dua yakni Peminatan dan Wajib. 

"Rahma, ayo bangun nak, udah siang. Ayah udah mau berangkat noh." ucap Ibu sembari membereskan guling dan selimut yang berantakan di ranjangku. 

"Iyaa bu, ini udah bangun." jawabku pelan dengan suara agak serak. Suara khas orang bangun tidur dan cantik memang seperti ini.

"Kemarin kamu pulang jam berapa? Nonton bioskop kok ngga ajak-ajak Ibu." Ibu terduduk di sampingku. Mengelus rambut dan menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku. 

"Lahh Rahma kan udah bilang, ibunya aja yang sibuk arisan sama ibu-ibu sosialita." 

Ibu tersenyum sesaat "Iya udah kamu mandi sono, ntar telat lagi." Aku mengangguk pelan lalu beranjak dari singgasanaku. 

****

Terlihat seorang pria dengan lengan kekar mulai menyalakan mesin mobil yang berwarna merah. Aku mempercepat langkahku dengan roti yang masih ku kunyah. Langkahku terhenti saat melihat mobil merah itu menjauh dari penglihatanku.

"Ayahh anakmu ketinggalan ayahhh!! Ya Allah ayahhh." Sia-sia saja aku berlari. Mobil ayah sudah terlalu jauh.Aku lelah, untuk pulang kembali ke rumah sepertinya tak mungkin. Karena jarak membuatku bertahan. Bertahan untuk tidak kembali ke rumah maksudnya. Sudah separuh perjalananku ke sekolah. 4 menit lagi bel sekolah akan berbunyi, dan aku sudah cukup lelah untuk melangkah lagi. 

Aku memutuskan untuk duduk pada bangku pinggir jalan. Dari arah kejauhan terlihat seorang pria memakai seragam yang sama denganku dan mengendarai motor beat warna merah. Badannya yang tinggi terlihat sangat lucu saat menaiki motor tersebut. Kaki panjangnya menekuk karena ukuran motornya yang kecil atau karena bentuk tubuhnya? Entahlah. 

Dia Jingga. Aku tersenyum lebar karena akhirnya pertolongan pun datang. Aku pun berdiri, bersiap-siap menyambut kedatangan sahabatku. Tanpa diduga Jingga lewat begitu saja. Apakah dia melihatku? Atau aku tak terlihat? Tidak, aku berdiri tepat di tepi jalan. Dan menurutku posisi ini terlihat sangat jelas, tapi mengapa dia mengabaikanku? 

"Jinggaaaaa weyyy." 

Dia menoleh sebentar "Oalah ada orang toh?." Aku mendengus kesal, dia selalu seperti ini. Garing. Aku melangkah maju mendekatinya dan Jingga mematikan mesin motornya.

"Heh ada belek tuh di mata lu." Sambungnya. Aku mengernyitkan kening, tak mungkin itu ada di mataku sekarang karena aku sudah membersihkannya pagi ini. Aku mencoba memastikan, dan benar memang tidak ada. Itu hanyalah ejekan namaku saja. 

"Mulut lo juga noh masih bau jigong." Dan aku tidak mau kalah dengan Jingga. Jika dia memanggilku dengan sebutan 'Bellek' aku pun memanggilnya 'Jigong'. Terkadang aku memanggilnya dengan sebutan itu jika aku sedang kesal saja atau sesukaku saja.

Jiingga tertawa sesaat, lalu mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Dan jantungku, sudah tak lagi bekerja dengan normal. Dia menatapku lama. Ini yang aku suka dari dia. Dia selalu mencoba menghiburku. Bagaimana pun caranya. Lalu, apa yang ingin ia lakukan? Sebelumnya dia tak pernah seperti ini. Aku menahan bibirku untuk tak tersenyum, membayangkan sesuatu yang romantis membuatku gila.

"Hhaahhhhhh." Aku tak menyangka dia akan seperti itu. Kenapa dia mengeluarkan nafas seperti itu? Tepat di depan mukaku pula. Pikiranku tentang keromantisan tadi hilang begitu saja. Jingga benar-benar laki-laki yang sangat menyebalkan. Anehnya kenapa aku masih menyukainya?

Lihat selengkapnya