Malam ini aku sedang menonton Kdrama yang jalan ceritanya sangat sedih dan menguras air mata. Di sepanjang episode ke tiga sudah banyak mengandung bawang. Membuat air mataku terus luruh tanpa henti. Aku terus mengelap sudut mataku dengan punggung tanganku.
Pada akhirnya aku belum bisa menghentikan kebiasaan burukku ini meski dalam hati aku berkecamuk membenci dan menyesali apa yang ku lakukan ini. Meski di luar aku menikmati drama yang ku tonton.
Itu sangat melelahkan seperti dua sisi mata uang yang sulit untuk dihapus satu sisinya.
Tapi dengan menonton drama tersebut aku bisa menangis sepuasnya. Hatiku yang hampa seolah terisi. Meski lagi-lagi di satu sisi aku membenci diriku sendiri.
Saat hatiku terisi aku seolah merasa hidup. Meski menangisi apa yang ada pada drama, tapi sesungguhnya aku menangisi kehidupanku sendiri. Kehidupanku yang ku rasa sangat sulit dan membuatku frustasi hingga membuatku kesulitan untuk bernafas.
Aku masih terus menangis dan berkali-kali menghapus air mataku yang deras mengalir. Batinku juga tiba-tiba terasa sesak.
Aku mendongakkan wajah untuk menghentikan tangisku. Aku melihat jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas malam. Dan tiba-tiba saja suara salam terdengar dari luar. Itu suara ibu. Kurasa mereka sudah pulang dari perjalanan wisata rohaninya.
Aku dengan cepat menghapus air mataku. Mengelap basah di wajahku bahkan bukan lagi dengan tangan melainkan dengan bajuku agar basahnya cepat hilang dari wajahku.
Aku bergegas ke depan untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka mereka semua masuk tapi aku pura-pura kebelet pipis agar bisa segera pergi dari sana menuju dapur.
Aku tidak bisa membiarkan mereka melihat mataku yang mungkin akan terlihat sembab dan kemudian akan bertanya apa yang terjadi.
Dengan cepat aku membasuh wajahku dengan air. Berusaha menghilangkan jejak agar bekas tangisku tidak terlihat dan tidak menimbulkan pertanyaan.
Di depan keluargaku aku tidak bisa memperlihatkan kesedihanku, kesulitanku, meski aku dalam keadaan remuk redam. Entah kenapa aku tidak bisa. Aku hanya bisa memperlihatkannya pada Kak Dara. Tapi dia sudah tidak ada lagi di sisiku. Jadilah aku hanya bisa memendamnya sendiri.
Aku mengelap wajahku dengan bajuku. Mengendalikan diri dengan menghela nafas pelan, lalu kembali ke depan.
Aku harus terlihat baik-baik saja di depan mereka. Tetap mengukir senyum meski hatiku merasakan kesedihan.
"Mana oleh-olehnya," ucapku bercanda. Pura-pura baik-baik saja.
"Nih Kak, oleh-olehnya capek," jawab Sela.
"Iss..." jawabku dengan sedikit memanyunkan bibir.
"Bu, Sela pusing," lanjutnya mengeluh dengan memijat-mijat kepalanya.
"Ruka juga sama, Bu."
Mereka semua benar-benar tampak kelelahan. Masih duduk di ruang depan rumahku, belum beranjak kerumahnya kecuali kakak iparku.
"Enaknya makan apa ya kalau pusing-pusing gini?" lanjut Sela terlihat meringis.
"Kak, mau aku buatkan mie rebus dengan kuah pedas nggak?"
"Boleh tuh Kak, kedengarannya ide bagus." Sela langsung menyambar memberi jawaban.
Entah itu kebiasan di kampung atau hanya keluargaku. Saat pusing pasti selalu makan mie rebus dengan kuah yang dibuat pedas atau super pedas. Yang ku rasakan itu memang akan membua rasa pusing terasa plong.
"Kalau begitu sebentar yah, Kakak beli mie dan sausnya dulu," ujarku sebelum pergi ke warung yang buka dua puluh empat jam.
Sesampainya di rumah aku segera memasaknya. Selain memakai saus ku gunakan juga cabe rawit agar pedasnya terasa. Setelah beberapa saat mie rebus pun jadi.
Dua bungkus mie rebus yang ku jadikan satu mangkuk. Aku langsung membawanya ke depan. Menaruhnya tepat di depan kakakku hingga dua keponakanku beringsut mendekat. Segera memakannya.
Untuk ibu, ku buakan teh hangat. Aku tersenyum senang bisa membuatkannya untuk mereka meski hatiku sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
Setelah itu mereka memilih beristirahat. Aku pun masuk ke dalam kamar. Membaringkan tubuhku. Lalu mengganti posisi menelungkup dengan kepala miring ke kanan.
Di depan keluargaku, aku mati-matian menyeimbangkan pikiran agar semuanya tampak baik-baik saja di depan mereka.
Meski kenyataannya di belakang mereka, aku berjuang keras mempertahankan semangat di tengah kondisi mentalku yang tidak stabil dan melelahkan.
Dalam keadaan tiduran seperti itu aku menyetel musik sedih yang bagiku dapat mengisi kehampaan hatiku.
Air mataku terus mengalir saat mendengarkannya. Musik dan lirik lagunya yang menyedihkan membuatku merasakan kesulitan yang sedang ku alami dalam hidupku. Aku terus menitikan air mataku, membuat rasa dan beban yang ada dalam hatiku bisa ku keluarkan sejenak hingga hatiku merasa lapang untuk beberapa saat. Cukup bagiku untuk memupuk kembali kekuatan.
Aku terus tercenung saat mendengarkannya. Hanya air mataku yang terus luruh membasahi bantal yang ku gunakan. Setelah lama mendengarkannya, aku menutup mataku. Menghela nafas dalam.
***
Aku yang haid bangun pukul enam pagi. Itu pun kepalaku masih terasa berat karena semalam begadang menonton Kdrama sampai jam empat pagi. Mataku pun terasa perih dan sulit untuk dibuka.
Dengan mata terpejam dan tubuh meringkuk aku menangis kesakitan. Bukan karena kepalaku yang sedang terasa sakit tapi karena hatiku.