Me Vs Me

ani__sie
Chapter #17

17. Pertemuan tak sengaja

Malam ini, aku, kakakku dan dua keponakanku mengadakan bakaran ayam di depan rumah kakakku.

Tidak ada momen spesial atau pun hari khusus lainnya. Tidak ada alasan, hanya ingin melakukannya saja. Mungkin hari spesialnya adalah malam ini adalah malam minggu.

Sepesial karena dua keponakanku besok libur sekolah hingga bisa bangun siang saat mereka tidur di malam yang larut.

Aku mulai menusuk daging ayam yang sudah dipotong-potong berbentuk dadu oleh Sela. Kakakku dan suaminya mengurusi tentang perapian. Sedangkan Ruka lagi sibuk membuat sausnya.

"Kakak, aku memotongnya tidak kekecilan, kan?" tanya Sela memastikan.

"Tidak. Pas segini," jawabku sambil terus menusukan daging ke tusuk sate. Dan dia pun ikut menusuknya setelah selesai memotong-motongnya.

Setelah semua daging selesai ditusukan ketusukan sate, waktunya membakarnya. Sela membawa daging ayam yang sudah ditusuk dan memberikannya pada kakakku yang bertugas di pembakaran dengan suaminya. Menaruh daging-daging itu di atas api dan terus mengipasinya. Sesekali bergantian dengan kakakku.

Di tempat lain Ruka sedang mengulek cabe rawit, gula merah dan juga perbumbuan lainnya. Yang terakhir menambahkan kacang yang baru saja selesai digorengnya. Terlihat menguleknya dengan kekuatan penuh.

"Sini biar Kakak saja," tawarku setelah berdiri di depannya.

"Udah Kak biar Ruka aja. Tanggung, lagian sebentar lagi ini."

"Kalo gitu Kakak akan memasak mie rebus di dalam," lanjutku setelah penawaranku ditolak.

Sedang Sela asyik tiduran di lantai karena sudah tidak ada yang dikerjakan. Ibu juga ada di sana. Duduk di dekat Sela.

Di dapur aku mulai menyalakan kompor. Menaruh wajan yang sudah ku isi air di atas kompor yang sudah menyala.

Meski sudah ada sate harus tetap ada mie instan rebus sebagai kuahnya saat makan. Kalau tidak ada katanya kurang sedap. Apalagi makan bersama kali ini tidak ada sayurannya. Jadi harus ada mie instan.

Setelah beberapa lama semua makanan sudah matang. Saat aku membawa dua mangkok mie instan ke depan satenya ternyata sudah matang. Sudah tersaji di nampam dengan saus kacang di sampingnya.

Saat aku menaruh mie instsnnya di depan, Sela masuk untuk mengambil nasi sekaligus juga beberapa piring.

Kami makan bersama di depan rumah. Duduk di lantai keramik. Makan dengan lahap. Sedang Ibu hanya ikut makan mienya saja.

Makanan terasa lebih nikmat dengan pemandangan langit malam dengan bintang-bintangnya, plus angin yang berembus menyejukkan.

"Kak, mienya kurang pedas," ucap Sela padaku.

"Iya, Kakak hanya menaruh dua cabe rawit saja soalnya,"

"Hm, pantas saja," lanjut Sela.

"Udah lagi pula jangan terlalu pedas, bisa sakit perut nanti," sambung kakakku.

Tak ada yang protes lagi. Kami terus makan. Bahkan kakak iparku alias suaminya kakak dari tadi tak bersuara, hanya fokus pada makannya.

Aku mengambil sendok yang ada di mangkuk hendak mengambil kuah dan menyeruputnya, namun baru saja aku mengangkatnya tanganku terasa mati rasa hingga sendok yang ku pegangku pun terjatuh lagi di mangkuk.

Sejenak aku merasa bingung apa yang terjadi dengan tanganku, namun beberapa detik kemudian aku tak menghiraukannya. Hanya meleset. Pikirku.

Aku kembali mengambil sendok, mengambil kuah dan menyeruputnya. Lalu memakan mienya. Kemudian mengambil satu tusuk sate. Kami menikmatinya.

Tidak ada lagi daging, hanya tinggal tusuknya saja yang menumpuk. Makan bersama selesai.

Selesai makan kecuali kakak iparku, semuanya berbaring di lantai keramik tanpa alas. Hanya kepala saja yang menggunakan bantal yang sengaja dibawa dari kamar. Bersantai dengan pemandangan langit malam yang indah dan sejuk karena angin yang terus berembus.

Kebiasaan yang tidak patut ditiru, yaitu berbaring setelah makan.

Malam itu saat bersantai kedua keponakanku memohon sekaligus meminta ijin pada kakakku agar diijinkan untuk pergi ke Jakarta menonton konser idolanya.

Dalam hati aku berpikir apakah mereka punya uang untuk mendapatkan tiketnya? Yang ku tahu pasti tiketnya mahal. Ya, setidaknya pasti jutaan.

"Memangnya kalian punya uang untuk beli tiketnya apa?" tanyaku ikut nimbrung. Melihat ke arah kedua keponakanku bergantian.

"Punya dong Kak, kitakan udah nabung dari tahun lalu untuk konser ini. Iya kan, Kak?" ucap Sela sambil menoleh pada kakaknya. Dan Ruka segera mengangguk mengiyakan.

Aku mengerutkan kening. Meragukan.

"Ya, Ma, kali ini aja. Sela janji akan selalu nurut sama Ma," bujuk Sela merayu kakakku. Kemudian di susul oleh Ruka, juga ikut merayu kakakku.

Dalam hati aku masih ragu, tapi ya sudahlah, aku coba percaya saja.

Kakakku yang sudah lelah mendengar bujukan mereka akhirnya menyerah. Mengijinkan mereka namun dengan satu syarat, aku harus ikut. Membuatku seketika melotot. Terkejut.

"Kakak, mana mungkin aku punya uang untuk beli tiketnya," protesku segera. Dan juga tidak ingin pergi.

Walau pun aku suka Kdrama, tapi aku tidak terlalu suka Kpop. Dan yang jelas tidak suka kebisingan. Dan yang jelas juga aku tidak punya uang untuk membeli tiketnya.

"Oh, iya yah, benar juga." Kakakku menggaruk kepalanya.

"Oh, kalau itu tenang aja Ma, ada teman Sela yang udah beli tiketnya tapi katanya tidak bisa datang ke konser karena ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggal. Jadi menawarkan tiket dengan harga murah. Katanya biar nggak bubajir aja," sambung Sela dengan cepat. Lalu dia melirik ke arah kakaknya. Tampak mencurigakan.

"Tapi memangnya seberapa murahnya?" lanjutku bertanya.

"Tenang aja Kak, dengan harga miring. Bagi dia uang segitu gak ada artinya. Dia sayang aja tiketnya nganggur," lanjut Sela cepat.

Lihat selengkapnya