Me Vs Me

ani__sie
Chapter #20

20. Berusaha lebih keras

Saat aku hendak memasak dan baru akan mencuci beras, Ibu menghampiriku dan mengambil alih dan menyuruhku pergi dari dapur.

Saat aku menyapu halaman dan baru saja memulainya, kakakku yang melihatku tiba-tiba langsung berlari menghampiriku. Langsung merebut sapu lidi yang ada di tanganku hingga aku tersingkir.

Beberapa saat aku hanya berdiri terdiam melihat kakakku menyapu sebelum akhirnya aku memilih masuk ke rumah.

"Sudah Lun, berhenti saja dari jualannya," saran Ibu suatu hari yang didukung oleh kakakku yang mengangguk-anggukkan kepalanya saat berada di samping Ibu.

Aku tidak tahan lagi. Aku menarik nafas panjang.

"Ayolah, Ibu, Kakak, jangan perlakukan Aluna seperti bayi hanya karena Aluna sakit. Melakukan pekerjaan rumah dan berjualan tidak akan membuat penyakit Aluna semakin parah. Malah semakin tidak baik jika Aluna hanya diam saja atau tiduran saja," jelasku mulai jengah meski aku mengerti mereka melakukannya demi aku. Tapi itu sudah terlalu berlebihan.

"Tapi Lun, Ibu takut kau kenapa-kenapa, jadi berhenti saja jualannya ya, sayang." Ibuku masih bersikeras membujukku.

"Insya Allah, tidak akan terjadi apa-apa, Bu. Aluna janji, Aluna juga tidak akan memaksakan diri jika Aluna merasakan tubuh Aluna tidak baik.

"Jadi ku mohon, Ibu dan juga Kakak tidak perlu khawatir."

Aku menggenggam tangan Ibu.

"Ibu, Aluna akan baik-baik saja." Aku berusaha menghibur mereka. Meski aku tidak tahu mereka akan merasa lebih tenang atau tidak.

Ya, sejak saat itu aku merasakan mereka lebih protektif padaku. Mau apa-apa saja tidak dibolehkan. Tapi, ya, aku bisa mengerti.

Aku hanya butuh memeberi mereka pengertian sedikit. Dan mereka akhirnya mengalah.

Sekarang aku tidak bisa lagi seperti dulu. Menghafal dalam mode santai dalam arti tidak apa-apa jika dapat sedikit ayat.

Sekarang aku tidak bisa lagi mengejar mimpiku ini dengan berjalan melewati satu persatu anak tangga. Aku harus melangkah lebar agar bisa cepat sampai ke atas karena waktuku yang terbatas.

Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan.

Ku harap aku bisa menyelesaikannya sebelum aku berpulang agar aku tidak mempunyai penyesalan dalam hidup ketika aku pergi nanti.

Sekarang aku banyak meghabiskan waktuku setiap hari untuk menghafal.

Banyak mencari tahu melewati google dengan membaca banyak artikel-artikel tentang bagaimana cara cepet menghafal Al-qur'an. Selain itu juga melalui youtube dan juga media sosial lainnya.

Mengenang dulu aku lebih banyak menggunakan media sosial untuk hal yang sia-sia sehingga menghilangkan waktuku yang sangat banyak, membuat ekspresi wajahku sendu. Namun itu tak berselang lama. Saat melihat sekarang aku tengah menggunakannya untuk hal yang positif membuat bibirku tersenyum lebar tanpa disadari.

Pada saat aku membaca dan menemukan hal yang menurutku penting aku langsung mencatatnya di buku catatanku. Terus seperti itu, mencatat lagi. Membaca lagi. Terus berulang.

Aku terus-menerus menghafal mengulang, menghafal dan mengulang. Tanpa bosan aku terus melakukannya. Tak peduli itu siang atau pun malam.

Waktu seperti memburuku. Aku harus cepat. Meski terkadang aku merasa sulit saat menghafal karena selalu lupa dalam mengingatnya, dan walau terkadang kepalaku terasa sakit, atau terkadang aku merasakan kantuk yang sangat saat menghafal karena efek obat yang ku minum, namun aku mencoba untuk tetap semangat dan bertahan.

Apa pun itu, aku tidak boleh kalah oleh semua rintangan itu. Aku harus bisa melawan semuanya. Melaluinya.

***

Saat aku sudah bersiap tidur dan sedang menarik selimut yang ku kenakan sampai dada, tiba-tiba saja aku mendengar kenop pintu kamarku diputar. Aku pun spontan melihat ke arah pintu. Menghentikan tanganku yang sedang menarik selimut.

Ternyata itu kedua keponakanku. Mereka meyembulkan kepalanya ke dalam.

"Kakak, boleh kita tidur dengan Kakak malam ini?" tanya Sela seraya mewakili kakaknya juga.

"Hm, tentu saja masuklah," jawabku dengan terus berbaring.

Kedua keponakanku pun masuk dengan masing-masing membawa bantal yang mereka dekap di depan. Segera naik ke atas kasur.

Sela meminta untuk tidur di tengah dan aku mengijinkannya.

Kami bertiga berbaring bersisian. Tidak langsung tidur, tapi membicarakan tentang banyak hal. Persahabatan, percintaan, dan lainnya.

"Kakak, haruskah kita menjauhi orang yang mempunya vibe pesimis dan tukang ngeluh? tanya Sela menoleh ke arahku.

"Menurut Kakak, sebenarnya itu tegantung kitanya juga. Kita tipe orang yang terpengaruh atau mempengaruhi. Mengerti tidak maksud Kakak?" Aku berhenti sejenak dalam menerangkan.

Sela menganggukkan kepalanya. Begitu juga dengan Ruka.

"Jika kita lebih mudah terpengaruh, lebih baik kita jauhi saja. Lagi pula memang tanpa dipungkiri, pergaulan kita yang terus menerus dengan orang yang pesimis dan mudah ngeluh bisa mendoktrin kita dan takutnya jika kelamaan kita bisa menjadi seperti mereka. Apa kalian mengerti?"

"Hm." Sela menganggukkan kepalanya begitu pula dengan Ruka.

"Kakak, tapi menurut Kakak, apakah berusaha menjadi orang baik itu bisa disebut sebagai mimpi?" Kali ini Ruka yang bertanya.

"Ya, tentu saja. Bahkan meski itu terlihat biasa saja tapi sebenarnya itu adalah mimpi yang sangat luar biasa. Karena menjadi orang baik juga tidak mudah. Bahkan itu menjadi lebih berharga dibandingkan dengan dia sukses dalam suatu bidang tapi dia mempunyai kepribadian buruk. Itu pasti akan merusak dirinya dan juga kerja keras yang sudah dijalaninya selama ini." Ku lihat mereka mengangguk-anggukkan kepala mereka.

"Kakak, Sela sangat menyayangi Kak Aluna.

"Ruka juga."

Mereka sama-sama menoleh ke arahku.

"Kakak juga sangat menyayangi kalian." Aku diam sejenak. Tersenyum ke arah mereka.

Lihat selengkapnya