Meat and Flowers

salt
Chapter #5

Perempuan Rakus

Perjalanan Erwin dan kawan-kawan selesai tanpa membuahkan hasil yang diinginkan. Namun segala upaya telah mereka lakukan, rupanya mencari seorang pasangan hidup tidak semudah mencari pasangan yang hanya untuk main-main. Berkali-kali Erwin mengucapkan terima kasih kepada teman-temannya, dia tidak menyangka akan semerepotkan ini dan mereka bersedia melakukannya.

Mereka berpisah di sanggar milik keluarga Aji, tempat terakhir yang mereka kunjungi setelah restoran, penginapan, restoran lagi, gelanggang olah raga, restoran lagi, dan akhirnya ke sanggar. Di sanggar, Aji berniat mengenalkan Erwin dengan teman-teman adiknya, namun Erwin tak sedikitpun tertarik diantara mereka. Erwin bilang, mereka terlalu muda untuk dijadikan istri.

“Jadi, kita duluan aja, ya, Win.” Kata Surya merangkul Nunu. Mereka mendadak dapat telepon dari kantor untuk segera selesaikan rapat yang sempat tertunda karena ditunggu klien.

Erwin mengangguk cepat, melambaikan tangannya, “Pergi saja. Aku harus beli sesuatu untuk anak-anakku.”

Setelah mereka berpisah, Erwin secara pribadi berpamitan pada keluarga Aji. Untuk sementara Aji tidak akan pulang dan bekerja ke kantor, karena ada sesuatu yang harus dilakukan di rumahnya. Erwin sebagai CEO sekaligus teman dekatnya, mengijinkan Aji dengan syarat jangan terlalu lama. Aji seorang manajer di bagian pemasaran sangatlah berperan penting di perusahaan.

“Aku pamit, ya, Aji. Kutunggu di Kantor secepatnya.” Erwin menepuk bahu kanan Aji.

Aji mengangguk, mengiyakan.

“Hati-hati.” Aji berteriak sambil menutup gerbang rumahnya, bahkan sebelum Erwin membalikkan badannya. Dia merasa malu bertingkah manis kepada Erwin.

Jauh disana, dibalik punggungnya yang lebar Erwinpun tersipu mendengar kata “Hati-hati” dari seorang Aji yang biasa mengatai dirinya, hingga ia butuh beberapa detik untuk berpikir, apakah ia harus membalasnya dengan sebuah sebuah kata atau hanya dengan lambaian tangan. Namun akhirnya ia malah memilih untuk membalikan badannya dan ingin melihat wajah Aji yang akan terlihat canggung, walaupun Ia tahu Aji akan sudah tidak ada di tempatnya.

Erwin memarkirkan mobilnya ditempat toko mainan terbesar di kota itu. Pertama, dia mencari mainan yang ia produksi ternyata cukup membuat Erwin menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah tak percaya, peluncuran mainan terbaru yang ia buat dua bulan kemarin sudah habis dan tidak ada stock lagi di perusahaan. Itulah kenapa Surya dan Nunu diminta untuk cepat pulang ke kantor. Kedua, dia mencari mainan produksi perusahaan lain, sebagain saingan yang sehat ia melihat mainan bukan dari harganya, bukan pula dari designnya, melainkan dari kualitas material yang digunakan.

Erwin menghela nafas, “Ternyata pimpinannya cukup cerdik.” Ia bergumam, memutar-mutar mainan alat masak-masak.

Aku harus membeli apa untuk anak-anakku? Mainan? Sudah terlalu banyak.  

Erwin kembali keluar dengan tangan kosong, ia memutuskan untuk membelikannya sebuah makanan saja. Lebih baik dan lebih efisien bagi dirinya. Dia memutar arah dari jalan yang seharusnya, mencari tempat sentral oleh-oleh terbaik di kota ini. Selama diperjalanan Erwin menemui banyak lampu merah dan dilampu merah kali ini, yang berhenti tepat di sebuah restoran kecil yang unik, membuat Erwin tertarik untuk melihat-lihat ke sekelilingnya. Di depannya banyak sekali pamflet menu dan pamflet promo awal bulan dan satu hal yang membuat Erwin tertarik adalah seorang gadis yang rambutnya terurai, membawa satu buket bunga, mengenakan kameja kotak-kotak kuning yang senada dengan bunga yang dibawanya berdiri menghadap ke menu-menu yang terpajang di jendela restoran. Melihat tas selempangnya yang menggantung dibahu kanannya, membuat Erwin makin penasaran karena ia yakin ia pernah menemui gadis itu akhir-akhir ini.

Lampu merah sudah berganti menjadi hijau, Erwin terpaksa melaju perlahan dan berhenti diujung jalan setelah melaju sekitar 300 meter dari tempat lampu merah tadi. Kemudian Erwin melihat gadis itu dari spion kiri mobilnya, gadis itu berjalan ke arah mobil Erwin dan melewatinya. Erwin tidak bisa memanggilnnya, ia tidak tahu namanya. Tapi, ia terkejut setelah tahu wajah dari gadis itu yang teryata perempuan rakus yang makan daging sendirian di restoran yang pertama kali ia kunjungi bersama teman-temannya. Selain karena Ia tidak tahu namanya, Erwinpun grogi begitu gadis itu melewati mobil Erwin.

Aku harus bagaimana?

Lihat selengkapnya