Meet Me in Heaven

Dudun Parwanto
Chapter #3

Peramal Wanita

Ayat tentang panggilan haji yang tak sengaja dibaca Zul di musala ternyata telah mengusik hatinya. Dia meyakini bahwa dalam setiap peristiwa ada pertanda, tetapi pertanda apa? Itu masih menjadi teka-teki di benaknya. Setiap malam menjelang tidur, pikiran Zul berkecamuk, ingin menerka tetapi tak sanggup karena takut kecewa. Bagi Zul, semua kejadian di bumi ini tidak ada yang kebetulan. Semua menyimpan pertanda dan makna di balik setiap peristiwa. Sayangnya, dia tak bisa menakwilkan makna tersebut, tetapi dia sedikit memahami tentang pertanda dari buku yang ia baca.

Zul memang mempunyai niat untuk berangkat ke Tanah Suci di usia sekitar 40 tahun. Pertimbangannya, di usia itu orang sudah matang pikirannya, dan pada usia serupa Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu pertama untuk mengemban tugas suci sebagai Rasul. 40 adalah umur yang cukup untuk mulai bergelut memperbanyak ibadah agama dan mengurangi aktivitas duniawi. Sementara bagi sebagian manusia usia 40-an adalah usia emas dalam pekerjaan dan karirnya. Pada usia menuju puncak karir dengan posisi yang strategis dan vital baik di pemerintahan atau sektor swasta.

Saat ini, dari segi materi, Zul tidak memiliki kemampuan untuk berangkat ke Tanah Suci. Bahkan, belum terlintas dalam pikirannya. . Namun, harapan ke tanah para nabi itu selalu ada. Ia ingat pesan Soleman. Langkah yang paling realistis menuju Baitullah adalah menjadi petugas haji. Apalagi musim haji masih beberapa bulan lagi. Masih cukup waktu untuk persiapan, jika memang Allah mengizinkan.

Malam itu, Zul tertidur pulas karena kecapekan dan pikirannya suntuk. Dalam tidur, di luar kesadarannya, Zul bermimpi bertemu jodohnya di sebuah tugu cinta di bukit kecil pada hamparan padang pasir yang luas. Dalam mimpi itu, Zul berpasangan dengan seorang gadis bercadar yang cantik dan bermata jeli. Zul merasa sangat senang, mungkin hanya bidadari yang bisa mengalahkan paras jelitanya. Di tempat itu pula ia menemukan kedamaian hatinya dan dapat mengabdikan sepenuh hidupnya kepada Ilahi Rabbi.

Namun mimpi indah Zul tiba-tiba buyar ketika Om Maman, pemilik kos, membangunkannya dengan mengetuk pintu untuk shalat Subuh. Zul merasa kesal karena dibangunkan dari bunga tidurnya yang indah. Dia melihat bajunya basah dan menggigil kedinginan, padahal udara malam itu amat gerah. Ia belum pernah bermimpi seperti itu. Mimpi yang tidak biasa, karena menyebabkan badannya gemetar dan kedinginan.

Om Maman menggelengkan kepala ketika ditanya makna mimpi tersebut.

“Mimpi itu hanya bunga tidur, jadi jangan terlalu dipikirkan dan diartikan macam-macam,” pesan Om Maman.

“Tapi mimpi ini bukan mimpi biasa, Om. Badan saya gemetar dan baju saya basah...”

“Hehehe, itu sugesti. Kalau kita menganggap mimpi itu biasa saja, maka tidak akan terjadi apa-apa. Namun, kalau kita yakin mimpi itu akan menjadi kenyataan, bisa juga akan terjadi. Tapi semua kan sudah takdir Tuhan...” jawab Om Maman.

“Saya meyakini mimpi ini akan menjadi kenyataan...” kata Zul.

Om Maman memandang Zul, berharap Zul tidak terlalu mempercayai mimpi tersebut agar bisa kembali beraktivitas tanpa dibayangi mimpi itu lagi.

 ***

Zul merasa terganggu dengan mimpinya. Apa artinya pertemuannya dengan gadis idaman di sebuah tugu di padang pasir. Suatu hari, Zul pun bertanya kepada Bondi, yang dulu pernah bekerja sebagai wartawan majalah supranatural. Setidaknya, Bondi tahu orang yang bisa menakwilkan mimpi tersebut.

Bondi lalu mengajak Zul untuk bertemu dengan seorang paranormal yang bisa menafsirkan nasib melalui mimpi. Awalnya, Zul agak malas diajak ke paranormal. Selain karena takut dianggap syirik, juga karena tidak ada biaya untuk membayar jasanya. Zul berusaha mencari informasi di internet melalui Google, namun takwil itu belum ditemukannya. Kalaupun ada jawabnya bermacam-macam. Bondi terus membujuknya untuk datang ke paranormal yang ia rekomendasikan.

“Jangan khawatir, dia itu seorang hajjah, dan petunjuk yang digunakan sesuai agama kok,” rayu Bondi.

Zul sebenarnya ragu. Tapi ia merasa penasaran dengan mimpinya. Ia yakin takwil mimpi itu bukan syirik. Apalagi Nabi Yusuf pernah menakwilkan mimpi Raja. Jadi sah-sah saja, yang penting penakwil mimpi itu mempunyai ilmunya. Setelah dibujuk oleh Bondi, ia pun akhirnya mengikuti saran temannya.

Namanya Nyi Sukesi, masih muda, umurnya sekitar empat puluhan tahun. Namun, kebiasaan orang Timur menyebut orang yang dianggap memiliki kelebihan supranatural sebagai "orang pintar" dengan panggilan Mbah atau Nyi. Dengan sepeda motor, Bondi mengajak Zul menemui Nyi Sukesi sepulang kerja. Wanita itu membuka praktik di Pamulang, Tangerang Selatan. Zul pun kemudian menceritakan mimpinya.

“Mimpimu aneh, tapi kamu harus mempercayainya supaya kamu punya semangat untuk mengejarnya. Agak berat aku menakwilkan mimpimu, perlu tirakat semalam suntuk. Besok kamu datang lagi. Untuk tirakat ini maharnya totalnya 2 juta, dan kalau minat ya hari ini harus dibayar dulu DP nya Rp 500 ribu, ” ujar Nyi Sukesi.

Lihat selengkapnya