Meet you at 0,001% Chance

Antrasena
Chapter #2

Chapter 1

Chapter 1 ||Awal dari segalanya

 

Semuanya bermula dari pertemuan tak diduga akibat kecerobohanku.

 

Daneen Zaneta Adriana, itu nama lengkapku. Kalian bisa memanggilku Daneen, jangan Zaneta apalagi Zanet. Kalau Adriana kepanjangan. Hari ini aku telah resmi dinyatakan sebagai siswi di SMA Ganendra. Bukan sekolah elit seperti kisah novel teenlit yang biasa aku baca. Bukan sekolah dengan fasilitas highclass dengan banyak kakak-kakak kelas yang cantik dan ganteng juga. Aku cuma gadis biasa dengan kapasitas otak seadanya. Tidak bodoh tidak juga pintar. Medium. Bisa masuk Ganendra saja sudah syukur. Tidak perlu berharap masuk sekolah elit dengan taraf persaingan melelahkan. Bukan aku sekali.

Prinsip hidupku; jadilah manusia paling tenang, santai dan keberadaannya tidak disadari untuk menghindari segala macam problematika hidup yang mengganggu kestabilan rebahan. Apalagi dalam masa orientasi seperti ini, prinsip hidup itu harus benar-benar diterapkan agar terhindar dari kakak-kakak OSIS jahanam yang hobi menyusahkan siswa baru. Paling tidak untuk tiga hari kedepan, aku harus benar-benar menekan aura keberadaanku. Seandainya aku punya sihir menjadi transparan seperti tokoh novel fantasi—baru selesai dibaca kemarin—aku pasti akan menggunakannya sekarang. Dasar Halu.

Hari pertama masuk, aku sudah dihadapkan oleh kenyataan berjemur di terik matahari pagi dalam upacara bendera sekaligus penyambutan siswa baru. Aku baris paling belakang tentunya. Selama lima menit upacara berlangsung, aku telah menguap sebanyak 10 kali. Dua kali setiap menitnya. Ini pasti karena tadi malam begadang mempersiapkan atribut MOS dan lanjut membaca novel. Kini kepala sekolah memulai pidato yang berisi pengenalan lingkungan sekolah dan ucapan selamat kepada seluruh siswa baru. Please, yang singkat-singkat saja pak pidatonya.

Lima belas menit kemudian, akhirnya kepala sekolah mulai mengucapkan kalimat penutup. Lumayan panjang. Upacara belum berakhir, masih ada satu sesi penting lagi, yaitu penyerahan secara simbolis atribut masa orientasi sekolah kepada dua siswa baru yang terpilih. Selamat wajah kalian akan diingat oleh kakak OSIS. Aku bersyukur dalam hati bahwa bukan aku yang terpilih. Sebenarnya tidak mungkin juga sih aku yang terpilih dari 288 siswa. Memang aku siapa? Artis? Model? Mimpi.

Setelah upacara selesai, seluruh siswa kelas 11 dan 12 dipersilahkan bubar. Tersisalah kini 288 siswa-siswi baru yang masih berbaris. Belum selesai ternyata berjemurnya. Untung aku sudah pakai sunscreen sebelum berangkat sekolah.

“Selamat pagi.” Seorang siswa yang menggunakan almamater berwarna coklat tua—almamater OSIS SMA Ganendra—menyapa seluruh siswa baru menggunakan Toa masjid. Maksudnya mirip toa masjid dekat rumah ku.

“Kakak kelas itu kayak mau demo yah?” Seorang di samping berbicara sambil menepuk bahuku.

“I-iya.”

“Arnina,” ucapnya.

“Daneen.”

“Wah hampir sama nama kita yah.”

Aku mengerutkan kening, bingung apanya yang hampir sama. Jauh banget kali. “Daneen sama Arnina bukannya jauh banget, ya?”

Arnina tertawa. “Maksudnya kalau orang lain manggil potongan nama kita.”

“Oh, iya.” Aku masih bingung sebenarnya tapi malas bertanya lebih lanjut.

“...jadi setelah ini kalian akan diantar oleh masing-masing kakak pembina kelas kalian menuju kelas masing-masing. Saya beri waktu 10 menit untuk menentukan tempat duduk. Setelah itu silahkan kembali lagi ke lapangan dan jangan lupa menggunakan semua atribut kalian. Mengerti?”

“Siap. Mengerti.”

Siswa baru dibubarkan perkelas untuk menghindari kerusuhan saat menuju kelas. Daneen berada di kelas X IPA 5. Total kelas perangkatan di Ganendra ada delapan. Pembagian siswa perkelas bukan berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Namun, dibagi menjadi 50% siswa pintar dan 50% siswa standar. Menurut isi sambutan kepala sekolah tadi, di Ganendra tidak boleh memakai kata bodoh. Karena sebenarnya tidak ada siswa bodoh, yang ada hanya siswa malas dan siswa yang belum menemukan keahliannya. Menurutku, sepertinya aku masuk ke golongan 50% yang kedua. Sudahlah, itu fakta. Tidak usah diperjelas.

“Ayo, Dan!” ajak Arnina saat tiba giliran kelasnya.

Lihat selengkapnya