Pulang ke rumah sama saja masuk ke neraka! Itu yang dirasakan Arlend, hingga membuat pemuda itu memutuskan untuk tinggal di apartemen kosong milik kakaknya, yang sekarang tinggal di Australia. Apartemen itu berlokasi tak jauh dari kampusnya, di daerah Gading Serpong.
Cukup dua tahun dia merasa seperti pesakitan, tiap kali melihat keadaan rumah yang selalu dipenuhi cacian dan makian dari mama dan papanya yang saling “serang”. Orang tuanya adalah pebisnis yang jarang pulang, lebih banyak ke luar kota, bahkan luar negeri. Namun, tiap kali pulang, hanya pertengkaran dan pertengkaran yang mereka ciptakan di dalam rumah. Karena itulah, pemuda tinggi bertubuh atletis itu selalu merasa kesepian.
Arlend tak terlalu banyak bicara, cenderung pendiam jika dengan orang yang tidak terlalu dekat. Bahkan bisa dibilang dingin. Dan saat bersama dengan sahabat-sahabatnya di d’Wind, adalah saat di mana dia bisa melepas semua penat. Juga bersama seorang gadis yang begitu spesial di hatinya, yang memberi warna indah di hidupnya yang buram.
Malangnya, apa yang terjadi semalam, membuat semua warna indah itu pudar tanpa bekas. Menyesakkan dan memuakkan! Dan tentunya, menyakitkan! Rasa sakit itu membuatnya tak bisa berkonsentrasi pada latihan hari ini.
Alunan musik keras yang awalnya rapi dan selaras di ruangan kedap suara itu sedikit demi sedikit mulai berantakan dan hancur sama sekali. Arlend, sang gitaris, yang menjadi sumber kekacauan musik itu.
“Lo kenapa, sih, Lend? Main lo kacau gitu?” tegur Virgo setelah musik bernar-benar berhenti.
Arlend tak menjawab, dia malah melepas tali penyangga gitar yang ada di bahunya, lalu meletakkan gitar di stand. “Gue nggak ikut latihan dulu, deh, hari ini. Duluan, ya.” Cowok itu melenggang dengan tampang kusut. Tak lupa dia mengambil ranselnya yang tergeletak di atas sofa.
“Lend, tunggu!” panggil Novan saat Arlend hampir mencapai pintu. “Ada apaan, sih, kok, tiba-tiba mogok latihan gini?”
“Nggak ada apa-apa. Gue cuma lagi nggak mood,” jawab Arlend tanpa menoleh, masih memunggungi teman-temannya.
Meghan tersentak mendengar jawaban itu. “Nggak mood? Final tuh dua bulan lagi. Kita harus serius latihan!”