MEI KE 25

Marliana
Chapter #12

Rayyan, lagi.

Soal ceritaku yang banyak dibaca oleh orang lain dan mengundang pertanyaan benar dan salahnya sudah sangat membuatku ketar-ketir jika pulang ke rumah. Ditambah jika kepulanganku ini bertemu dengan Ayah.

Ternyata yang ku khawatirkan benar adanya. Sebelum menginjak rumah, perasaanku sudah sangat tidak enak. Takut jika Ayah sudah pulang dan dia tahu tentang ceritaku.

"Darimana saja,Ra?" Suara tegasnya berhasil membuat langkahku berhenti. Mendengar suaranya sudah sangat membuat aku merinding ketakutan.

Aku mencoba menelisik ekspresi Ayah, matanya benar-benar menyimpan amarah. "Dari sekolah Ayah." Aku tahu alasanku kali ini tidak akan bisa menolongku, sebab ini sudah lewat dari jam pulang sekolah.

"Ingat perkataan Ayah tempo lalu?" oh, dia membuka pembicaraan dengan pertanyaan. Mana mungkin aku lupa dengan pernyataan yang dimaksud, sedangkan kepalaku penuh diisi oleh topik itu.

Sepatah kata pun aku tidak mengeluarkannya dari mulutku, sebab membalas Ayah sama saja memancing amarahnya. Meski aku tahu sebuah pertanyaan harus dijawab.

"Kenapa ingkar dengan perkataan Ayah? Sekarang kamu tahu akibat tulisan kamu itu, Ayah dimarahi habis-habisan sama Panglima Azkara. Kamu dituduh menyebarkan berita tidak benar dan sudah mencoreng nama baiknya juga anaknya." Amarah Ayahku meledak. Rasanya kakiku saat ini ingin sekali diluruskan akibat beraktivitas seharian. Nyatanya aku berdiri mematung tidak bisa berbuat apa pun. Bernafas saja rasanya tersiksa sekarang.

"Ayah tau kamu sangat suka menulis, menerbitkan karya lalu membuat orang membacanya." Dia menjeda mengambil nafas sebelum kalimat panjang keluar lagi. "Ayah mendukung itu, tapi jangan pernah jadikan cerita bohong itu dikonsumsi orang lain. Apalagi melibatkan seseorang dalam ceritamu yang jelas bukan sebuah fakta."

"Tapi Ayah...berita itu tidak bohong," aku memberanikan diri membalas Ayah meski dalam keadaan marah. Suaraku jelas terdengar bergetar ketakutan.

Dia mendekat padaku dengan amarah yang semakin meningkat. "Meskipun benar, kamu tidak punya bukti untuk itu. Ayah harap ini terakhir kalinya kamu menulis cerita bohong. Atau Ayah akan menutup semua akses untuk kamu bisa menulis lagi." Ayah memundurkan tubuhnya dan duduk di sofa ruang tamu.

"Soal cerita Lara yang terbit, maaf niat Lara bukan untuk menerbitkannya. Tetapi aku bahagia karena telah diberi jalan bisa menolong Mei. Melalui tulisan itu, Lara akan diwawancarai dan itu bisa menjadi jembatan membuka kebenaran dan sebuah keadilan akan didapatkan Mei." Perkataanku berhasil membuat Ayah terpancing lagi.

"Lebih baik kamu mendengarkan Ayah. Apa yang bisa kamu dapatkan dari tindakan kamu itu, tidak ada Lara." Ayah membentakku dengan suara terdengar sangat nyaring di telinga.

"Lara akan mendapatkan keadilan untuk Mei. Memberi hukuman kepada pelakunya."

"Lara dengarkan Ayah! Kamu jangan jadi anak pembangkang. Ini semua demi kamu dan Mei. Mereka bukan orang biasa yang bisa kita lawan. Hei mei berhenti." Sebelum jiwa mudaku bangkit, aku berlari menaiki tangga dan mendadak tuli dengan suara Ayah yang menggelegar.

Lihat selengkapnya