Mei Memories

Islaa Ed
Chapter #3

Orang-orang Berwajah Ganda

“Mei! Kau di mana?”

"Mei!”

"Mei!!”

Suara-suara berteriak memanggilku, salah satunya kukenali sebagai suara Tisela yang bernada panik. Aku beranjak dan terkejut menemui diriku tertidur di kamar mandi. Aku ingat semalam kamar terasa sangat sesak dan panas karena kadatangan Hilda dan Kamalia. Aku juga ingat saat diam-diam ke kamar mandi tapi aku tidak ingat sejak kapan aku tertidur.

“Aku di sini!” seruku sekeluar dari kamar mandi, menghampiri mereka.

Melihatku, wajah khawatir Tisela dan Kuni menguap berganti senyum lebar. Mereka kompak memelukku dan mengajukan banyak pertanyaan tentang ke mana aku pergi.

“Aku hanya tertidur di kamar mandi,” jawabku merasa bersalah.

Tisela memegang kakiku yang masih basah oleh air, “duh, memangnya tidak dingin?” tanyanya keheranan.

“Aku lebih suka dingin ketimbang panas,” jawabku.

“Ambil handuk untuk Mei!” seru Tisela kepada Kuni yang dengan cepat mengambil handuk kecil.

Tisela mengeringkan kaki dan tubuhku yang basah oleh air. Wajahnya kembali terlihat khawatir padahal aku tidak merasa kedinginan. Aku tidak mengerti kenapa Tisela dan Kuni terlihat heboh seolah aku baru saja hanyut di sungai.

“Sudahlah, aku tidak apa-apa,” kataku berusaha menenangkan mereka.

"Jangan diulangi lagi, Mei, mengerti?” wajah Tisela menghadap lurus padaku.

“Aku tidak janji,” jawabku, mengingat betapa panasnya kamar itu.

Tisela menghela napas, ia terlihat kesal namun juga tak bisa berbuat apa-apa. Kuni di sampingnya juga melihatku dengan kesal, ia seperti akan menasihatiku tentang banyak hal. Sementara Hilda dan Kamalia hanya diam, sesekali melirik kepadaku dengan tatapan tak suka.

“Sepertinya Mei harus dihukum,” ujar Kuni.

Aku sama sekali tak menduga perempuan yang selama ini bersikap baik itu mengusulkan hukuman untukku. Dengan cepat kupalingkan wajah ke arah Tisela yang masih menatapku. Mendengar usulan Kuni, Tisela tampak sedang mempertimbangkan untuk memberiku hukuman atau tidak.

“Hukuman apa?!” tanyaku mulai ketakutan.

Tisela dan Kuni masih diam, mereka merencanakan sesuatu.

“Jangan hukum aku!” seruku, “aku janji tidak akan tertidur di kamar mandi lagi!”

“Sepertinya kau benar, Kun,” ujar Tisela.

Sontak jantungku berdegup kencang, di mana pun tempatnya, hukuman adalah perkara buruk yang dibenci. Kata hukuman mengantar imajinasiku pada berbagai jenis kekerasan dan kecaman yang menakutkan. Kali ini aku benar-benar takut, seluruh prasangka baikku terhadap mereka berdua menguap seketika.

“Tolong jangan hukum aku ..." rengekku kepada Tisela, berharap ia meluluhkan hatinya.

“Siapkan kamarnya!” pinta Tisela kepada Kuni, “Mei perlu tau bagaimana seharusnya ia tidur.”

Kuni menyiapkan sesuatu di balik punggung Tisela, aku tidak bisa melihatnya. Telingaku hanya mendengar suara besi saling beradu, memekakkan telinga. Aku juga mendengar benda berat diseret di atas lantai, bunyi berdecitnya sangat tidak nyaman. Apa mereka akan memukulku dengan besi? Atau mereka akan memasungku?

Sebelum keadaan bertambah buruk, aku berlari menjauhi Tisela dan Kuni, berharap akan lolos. Namun rupanya Tisela telah membaca kegelisahan di wajahku dan dengan cepat menangkapku sebelum jauh. Kami bergulat beberapa saat di lantai, namun Tisela berhasil mengunciku agar tidak kemana-mana.

“Sudah siap!” seru Kuni.

Lihat selengkapnya