Meja Bundar

Hendra Purnama
Chapter #4

Bagian 3: PROLOG

Sebuah taksi melaju cepat di antara deretan mobil yang menjelajah pagi. Tujuannya jelas: Hotel Park. Di dalamnya ada seorang penumpang, perempuan. Dia sedang melamun. Hotel Park, tidak perlu ada yang tahu kalau ini untuk ke delapan kalinya aku datang kesana.

Namanya Kirani. Berjilbab hitam, kulit putih. Cantik? Bisa jadi, cantik itu relatif. Tapi daging pada tulang membuat siapapun nyaman dipandang. Dia adalah teman satu SMA Azzuhri. Lalu ketika kuliah, mereka berdua bertemu dengan Elias.

Bicara tentang Elias, dialah yang mengusulkan pertemuan di hotel ini. Kirani ingin menolak tapi entah kenapa tidak dilakukannya. Mungkin karena ada sepercik alam bawah sadar yang seolah ingin menarikku kembali. Padahal… yang terjadi adalah kenangan pahit! 

Pelan-pelan matanya menyapu jalanan kota yang tidak pernah tidur. Sementara dari radio mobil mengalun sebuah musik jazz, rupanya supirnya memilih sebuah stasiun radio khusus jazz. Mobil itu dipenuhi tiupan saxophone yang melengking, ditingkahi latar belakang bass betot yang samar-samar. Siapa sih komposer lagu ini? Bisa-bisanya dia menghadirkan jerit saxophone menyayat begini

Kirani menarik nafas panjang, pikirannya melompat-lompat. Sekejap memikirkan lagu jazz, lalu sekejap kemudian beralih pada pertemuan hari ini. Kirani tersenyum sendiri. Pertemuan yang konyol! Dia mengingat-ingat asal mula pertemuan hari itu, mahasederhana. Saat itu salah satu dari Elias atau Azzuhri—Kirani lupa, tapi besar kemungkinan Elias—berkata seperti ini:

Lihat selengkapnya