“Ah gila! Aku perempuan, masa aku masuk kamar laki-laki, mana laki-lakinya berdua, cari tempat lain!”
“Ya pintunya dibuka saja. Jangan terlalu konservatif lah!” Elias melirik kesal, dia kadang tidak habis pikir pada orang-orang seperti Kirani yang pola pikirnya selalu dua warna: hitam dan putih. Jadi kau kira setiap ada dua laki-laki dan satu perempuan di kamar tertutup lalu langsung terjadi pemerkosaan? Pikiranmu terlalu kolot! Dia sebenarnya ingin mengeluarkan isi pikirannya tadi, tapi dia takut suasana jadi tidak enak. Apalagi tampaknya Kirani menganggap itu biasa, jadi Elias pun enggan membahas lebih jauh.
Tiba-tiba Azzuhri menyela, “Kiran, saya terus kepikiran pernyataan kamu yang tadi, soal kamu mencari Tuhan.”
“Oh ya? Kenapa?”
“Saya mengerti maksud pernyataan kamu tadi, dan ya, saya juga sebenarnya sering ada dalam posisi yang sama.”
“Sesering apa?”
Azzuhri merenung, pertanyaan rumit, sesering apa? Sesering apa aku mencari Tuhan? Sesering apa kita semua mencari Tuhan? “Tidak bisa dihitung, tapi begini… aku cuma ingin tahu apa yang sudah kamu lakukan?”
Elias tiba-tiba bangkit,“Ada temanku di lobby, aku kesana sebentar ya.”
“Ini selesai saja?” Kirani mendelik “Gimana sih?”
“Cuma sebentar! Nanti kita lanjut lagi! Sabar!” Elias berbalik dan pergi
“Dia yang undang kita ke sini, dia yang suruh kita main-main beginian, sekarang dia yang pergi-pergi!” Kirani merutuk sambil menatap punggung Elias
“Sabar, kita ngobrol saja sambil tunggu dia.”
“Ya sudah…” Kirani masih cemberut
“Jadi bagaimana ceritamu?”
Kirani meneguk minuman yang dari tadi tidak dia sentuh “Soal Tuhan tadi? Pertanyaanmu kan: apa yang sudah aku lakukan, begitu kan?”
Azzuhri mengangguk.
Mudah untuk bercerita, lalu kenapa ada perasaan seolah aku ingin membangun tembok? Azu kan cuma mau sebuah cerita, apa susahnya sih? Ah, aku terlalu kacau hari ini, apa gara-gara atmosfir hotel?
“Yah, aku tumbuh di lingkungan Islam KTP, ayahku tidak pernah shalat, paling aku lihat cuma ibu yang rajin shalat. Kalau ada masalah apa-apa, ayah cenderung pergi ke dukun, aku sampai bosan lihat sesajen di pojokan rumah. Apalagi waktu ada acara besar. Misalnya acara sunatan adikku, itu yang namanya sesajen bisa ada di tiap pojok. Gila kan?”
Azzuhri mengangguk, belum berkomentar
"Nah, jelas dong karena aku tumbuh di lingkungan seperti apa, maka kamu bisa bayangkan level Islam seperti apa yang aku dapat.”
“Lalu?”
“Waktu baru lulus kuliah, aku merasa otakku penuh sekali…”
“Iya lah, pasti penuh. IPK 3,8?!” Azzuhri memotong sambil tertawa kecil