Mereka melangkah ke luar ruang makan, mengikuti lorong dengan diiringi anggukan pelayan. Melewati sofa-sofa beludru di lobby, menuju lift. Tapi di pertengahan jalan Kirani menahan langkahnya. Dia melihat kolam renang yang ada di samping hotel. Dari titik dia berdiri separuh luas kolam itu terlihat, ada beberapa keluarga sedang berenang dan beberapa orang sedang duduk-duduk di kursi payung pantai. Entah kenapa menyusup keengganan untuk segera beranjak ke kamar, masa lalu, aku tidak suka. Tenggorokan Kirani tercekat, kedua sahabatnya menyadari kalau Kirani tertinggal, mereka menoleh.
“Ayo kita duduk di kolam itu saja!” Kirani menunjuk.
“Nggak jadi ke kamarku?”
“Jadi sih, tapi nanti… mendadak aku ingin duduk di sana.”
“Panas Kiran!”
“Tuh ada sisa satu kursi! Mau lanjut nggak sih? Aku ke sana dulu!” Tanpa peduli keberatan Elias, Kirani melangkah duluan ke satu-satunya meja berpayung di pinggir kolam. Dia merasa ditarik ke sana, dia merasa ingin duduk di sana. Sangat ingin. Sebuah perasaan yang tidak bisa dikekang.
Elias dan Azzuhri berpandangan. “Keras kepala!” Elias merutuk.
Azzuhri tertawa, “Saya kira tidak buruk kok kalau kita ngobrol di pinggir kolam renang.”
“Siapa tahu ada cewek berbikini ya?”
“Seksi, potongan Pevita Pearce!”
Keduanya tetawa sambil melangkah mengikuti Kirani.
“Ah kau, perlente, pake jas, ngaku bisnisman, kelas kadal juga matanya!”