Elias mengedarkan pandangan. “Biar cepat deh. Ini pernyataan terakhir, dari aku ya,” Elias menarik nafas sejenak, melirik Kirani. “Aku pernah jatuh cinta pada Kirani.”
Elias mengucapkan kalimat itu dengan raut wajah yakin, matanya tajam menatap Kirani. Sementara yang ditatapnya melongo, tidak yakin pada apa yang didengarnya. Sekilas, aku sempat berharap dia bohong. Kirani menghembuskan nafas, tersenyum lebar. Menunjuk. “Bohong kan? Bilang bohong, sekarang!”
Elias mengangkat bahu. “Terserah, kalian tebak lah! Aku sudah bikin pernyataan, sekarang giliran kalian!”
Azzuhri tersenyum, “Dia sudah lama suka sama kamu, Kiran. Saya tahu itu.”
“Tapi aku nggak! Aku nggak mungkin suka sama orang seperti itu. Entah kalau dia ini orang terakhir di dunia.”
“Kiran, ini bukan soal perasaan kamu, tapi pernyataan dia.” Azzuhri tersenyum lagi. Kirani cemberut
Elias tertawa, “Kalian sama sekali nggak dengar apa yang aku bilang.”
Kirani dan Azzuhri berpandangan, mengerutkan kening, sebelum Kirani menjawab setengah menjerit, “Pernah! Dia bilang ‘pernah’ kan? Iya kan?”
Elias tertawa lagi.
Azzuhri mengangguk, “Oh, pernah… berarti sekarang tidak? Begitu maksudmu?”
“Kok kesimpulannya jadi ke sana?" Elias tersenyum lagi, “Tapi yah, secara kalimat memang begitu sih. Atau lebih tepatnya: bisa diartikan seperti itu. Tapi masa aku kasih petunjuk? Kan kalian yang harus menebak?”
“Ah, nggak jelas nih!”
“Hei... langsung saja deh keputusannya, tidak perlu penjelasan apapun kan?”
“Nggak!” Kirani menggeleng tegas, "Tak perlu penjelasan!"