“Kita lanjutkan dengan pernyataan kedua oleh... diriku sendiri. ‘Aku pernah bicara pada Tuhan.’, Asu bilang aku jujur. Kirani bilang aku bohong…dan aku bilang... aku jujur.”
“Okeeee, kamu sudah jadi nabi sekarang…”
“Sinis banget sih?” Elias melirik Kirani.
“Aku tidak serius menganggapi pernyataan itu,” Kirani balik menatap Elias, “pernyataannya terlalu… apa ya, main-main, surealis, kelihatan banget bohongnya!”
“Lho, aku nggak bohong, lagipula kalau indikatornya realis-surealis, mandi lima kali seharimu itu juga surealis.”
“Ya, setidaknya itu masih kerjaan manusia, mandi adalah aktifitas manusia secara umum. Tapi bicara pada Tuhan?”
Elias tersenyum, bersandar. “Kamu membatasi definisi ’bicara’ dengan proses berhadapan dan mendengar suara, seperti ketemuan atau telepon.”
“Siapa bilang? Aku sempat memikirkan kemungkinan maksudmu adalah berkomunikasi lewat doa, kita bicara pada Tuhan lewat doa, dan Tuhan menjawab doa kita kadang lewat suara hati, kata hati, begitu… tapi kemungkinan itu langsung kubuang.”
“Kenapa?” Azzuhri yang bertanya
“Melihat karakter Elias, aku yakin maksud kalimatnya adalah: bicara langsung dengan Tuhan, dan kita tahu itu untuk orang-orang macam kita, tidak mungkin. Apalagi dia…”