“Eh, di babak ketiga ini bagaimana kalau kita langsung rekap saja jumlah nilainya, tidak perlu dibahas?” Azzuhri memandang teman-temannya
“Ah... tidak menarik kalau cuma begitu. Kan ini bukan sekadar permainan, aku mengajak kalian melakukan ini supaya kita ada bahan ngobrol juga. Sudah terbukti kan, sampai detik ini kita menemukan banyak bahan obrolan menarik. Bukan sekadar, ‘Eh, si anu kabarnya gimana ya sekarang? Sudah nikah belum? Berapa anaknya?’ Betapa membosankan kalau obrolan seputar itu-itu saja. Ya kan?”
“Iya juga sih.”
“Karena manusia dasarnya adalah makhluk yang suka ngobrol, jadi aku pikir permainan ini pas dengan kita, teman lama yang ketemuan setelah sekian tahun dan mengadakan reuni, tentu perlu bahan pembicaraan yang lebih baik dari sekadar basa basi busuk.”
“Oke lanjut saja denganku… Tidak masalah kalau payudaraku tersentuh oleh laki-laki. Dan kalian berdua berpendapat itu cuma kalimat asal comot, bukan pendirianku!”
“Soal itu, untuk mempermudah rekap aku kategorikan asal comot sama dengan ‘bohong’, daripada aku harus bikin kolom khusus. Ribet.”
“Iya deh, nggak apa-apa, terus jawaban kalian masih itu?”
“Asal comot? Iya.” Azzuhri mengangguk, Elias berpikir sebentar tapi lantas ikut menganggukjuga “Rasanya nggak ada alasan untuk mengubah pendapat. Jadi jawabanmu?”
“Itu… pendirianku, bukan asal comot!” Kirani mengangguk
“Eh... kamu serius?” Elias mengngakat alis