“Giliran aku,” Elias bersandar ke tempat tidur, merenung-renung, lalu bicara agak bergumam, “Aku ingin menyatakan sesuatu yang maknanya lebih jauh lagi dari kalian berdua, ini bukan soal aku suka bikin rumit masalah atau apapun lah, tapi aku… maksudnya, ini sudah sering aku pikirkan. Mungkin sekarang saatnya aku keluarkan.”
Kirani melengos, “Dengan omongan kamu itu, sama saja kasih petunjuk kalau kamu sekarang kasih pernyataan jujur!”
“Hei, aku masih bisa bohong, itu pointnya! Kamu tebak sendiri nanti!”
“Kadang aku tidak paham jalan pikiranmu!” Kirani geleng-geleng kepala.
“Deal with it… honey…” Elias tersenyum.
Kirani memencongkan mulut, “Jadi kamu mau bicara apa?”
“Begini… aku bukannya mau mati, percuma aku menyatakan mau mati atau tidak, karena toh endingnya kita bakalan mati. Aku percaya aku bakal mati, kamu juga, kamu juga, “dia menunjuk kedua temannya, ”hal yang paling penting adalah, setelah mati kita kemana? Itu yang aku pikirkan.”