Meja Bundar

Hendra Purnama
Chapter #64

Bagian 62: EX AEQUO ET BONO

Sel darah putih memainkan peran kunci dalam mekanisme perlindungan yang luar biasa sistem kekebalan tubuh. Mereka diproduksi dalam sumsum tulang, dan diangkut dalam aliran darah ke organ-organ khusus seperti timus dan limpa, di mana mereka berkembang dan siap diluncurkan melawan infeksi. Berbagai jenis sel darah putih memiliki peran yang berbeda. Makrofag menelan dan menghancurkan bakteri dan sel-sel yang rusak dalam proses yang disebut fagositosis. Sel B, atau limfosit B, menghasilkan antibodi, yang dapat menetralisir bakteri atau produk beracun mereka, dan virus. Sel T, atau limfosit T, dapat melacak virus yang telah menyerang sel-sel...[1]

Azzuhri terpejam, tak bergerak, tapi otaknya terasa masih bekerja meski melambat. Sejenak dia merutuk… Kenapa di saat seperti ini saya malah ingat teori-teori macam itu? Apa sudah tak ada ingatan lagi di otak ini kecuali pelajaran Biologi? Betapa saya tidak pernah memikirkan hal-hal seperti itu saat hidup, mengapa kini dalam kondisi begini… Azzuhri mendengar suara Kirani mengeluarkan isi perutnya, dia merasa suara itu seperti ada di dekat telinganya, tapi pada saat yang bersamaan juga terasa jauh. Dia ingin membuka mata tapi otot-otot matanya seolah menolak diperintah, seolah mereka memiliki kesadaran lain.

Maka itu dia memilih terpejam, badannya merasakan sesuatu yang tidak bisa lagi terdefinisikan. Sebuah perasaan baru yang membuatnya berpikir betapa Tuhan menciptakan banyak sekali perasaan yang mungkin saja sepanjang hidup manusia tidak bisa merasakan semuanya. Ada jenis-jenis rasa yang tidak memiliki nama, ada jenis-jenis rasa yang hanya datang di saat-saat tertentu, ada rasa yang bahkan belum bernama hingga manusia selalu sibuk melabeli semaunya. Karena hidup begitu kompleks, maka kita diminta terus mengeksplorasinya…

Sejenak kemudian dia merasakan getaran hebat di lambungnya, entah apa. Dia memutuskan untuk mengabaikan perasaan itu, dia ingin menangkap apapun yang tersisa di memori otaknya, segala ocehan, segala ingatan, untuk pertama kalinya dia merasa semua itu begitu berharga, begitu layak ditandai.

Kalau diingat-ingat, semua ini berawal dari kegelisahan saya saat membunuh, lalu kini saya malah jadi ingin terbunuh. Membunuh ternyata tidak senikmat yang dibayangkanterutama perasaan setelahnyabegitu menyiksa, begitu menggelisahkan…maka mungkin ada benarnya jika saya terus berharap kematian adalah sebuah jalan pulang yang menyenangkan… dan kini saya malah terjebak pada sebuah permainan yang menyatakan bahwa kematian bukan saja sebuah jalan pulang, tapi sebuah solusi…

Lihat selengkapnya