Meja Otopsi

Fitriyani
Chapter #1

Chapter 1#Luka Pertama Masa Kecil

Ruang otopsi itu selalu dingin.

Entah karena pendingin ruangan yang bekerja terlalu keras, atau karena ada sesuatu di dalamnya yang memang membekukan darah siapa pun yang masuk. Bau formalin, logam, dan sisa-sisa tubuh bercampur menjadi aroma khas yang hanya bisa dikenali oleh mereka yang pernah berhadapan dengan kematian.

Dr. Sena Harun berdiri di sisi meja baja. Tangannya terbungkus sarung tangan lateks, wajahnya tertutup masker. Sorot matanya tenang, seperti selalu-tenang yang dibangun dari bertahun-tahun menatap tubuh manusia yang tak lagi bernyawa. Namun di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang bergetar.

Di atas meja, terbaring jasad seorang pria berusia empat puluhan. Kulitnya pucat, matanya kosong, seolah masih menyimpan keterkejutan terakhir sebelum hidupnya diputus. Sena mengangkat pisau bedah, ujung logamnya berkilat di bawah lampu neon.

Lalu ia melihatnya.

Luka di dada.

Bukan sekadar sayatan, tapi garis panjang simetris yang tergores dari tulang dada hingga perut atas. Luka itu terlalu rapi, terlalu metodis, seakan bukan sekadar pembunuhan-melainkan sebuah tanda. Dan tanda itu, Sena mengenalnya.

Tangannya yang memegang pisau gemetar sesaat. Ingatannya meledak, seperti pintu besi yang terbuka paksa.

Lihat selengkapnya