Malam itu, hujan turun deras di atap seng barak Lhoksukon. Bunyi air yang menghantam seng beradu dengan suara petir yang mengguncang langit. Di luar, Aceh sedang menuju babak baru: setelah jatuhnya Soeharto, suara tentang referendum menggema di jalan-jalan Banda Aceh. Ribuan orang turun ke jalan pada November 1999, menyerukan hak menentukan nasib sendiri. GAM mendukung dengan mengangkut massa dari desa-desa, membangkitkan harapan yang lama terkubur. Namun harapan itu segera dijawab dengan tindakan keras.
Pada 2001 hingga 2002, operasi militer semakin menggila. Ribuan warga sipil menjadi korban, tanah Aceh kembali memerah. Tahun 2003, keadaan darurat diumumkan: tentara memenuhi jalan-jalan, tank berderu, dan Aceh kembali menjadi “medan perang” yang tak mengenal henti.
Di tengah semua itu, Sena kecil hanya tahu satu hal: rumahnya bukan tempat aman.
Malam itu, ia terbangun oleh suara keras-seperti benda berat jatuh ke lantai. Dari ranjang kecilnya, ia merayap pelan menuju tirai tipis yang memisahkan kamar dari ruang tamu barak. Hatinya berdegup kencang.
Dan ia melihatnya.