Sirene ambulans meraung di halaman Rumah Sakit Umum Sultan Iskandar Muda. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma basah bercampur dengan debu jalan. dr. Sena berjalan cepat ke ruang otopsi. Di sana, jasad sudah menunggu: seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun, tubuhnya kaku, wajahnya membiru.
“Identitasnya mantan aparat,” ujar seorang perwira polisi yang menyerahkan berkas. “Pernah bertugas di era darurat militer.”
Sena menunduk. Di dadanya terbentang luka panjang, rapi, simetris. Luka itu persis seperti yang ia kenali: bukan tembakan, bukan tikaman tergesa-gesa, melainkan torehan yang dibuat dengan ketelitian nyaris obsesif.
Pisau bedah di tangannya terasa lebih berat dari biasanya. Deja vu menyergap.
Luka itu sama, iya sama persis dengan luka ayahnya dua puluh tahun lalu.
Sena menarik napas panjang, lalu mulai mencatat detail.
· Sayatan mulai dari tulang dada ke bawah.