Meja Otopsi

Fitriyani
Chapter #15

Chapter 15# Rahasia Ibu

Desa Lesten, Malam ini

Aku duduk berhadapan dengan ibu di ruang tamu yang temaram. Lampu minyak kecil bergoyang diterpa angin, memantulkan bayangan di wajah tua yang sudah keriput. Ibu lama terdiam, jemarinya meremas ujung selendang lusuh, seolah mencari kekuatan dari kain itu.

Sejak penemuan dokumen Operasi Rasius kemarin, aku tidak bisa berhenti memikirkan satu pertanyaan: apakah ibu tahu? Apakah dia tahu apa yang dilakukan ayah?

"Mak," suaraku pelan tapi tegas, "aku perlu tahu tentang ayah. Tentang apa yang sebenarnya terjadi malam itu."

Ibu mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Kenapa sekarang, Nak? Sudah dua puluh tahun..."

"Karena aku menemukan sesuatu." Aku mengeluarkan fotokopi dokumen dari tasku, meletakkannya di meja. "Operasi Rasius. Nama ayah ada di sini, Mak. Bukan sebagai korban. Sebagai pelaksana."

Tangan ibu gemetar mengambil kertas itu. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar. Lama ia menatap nama itu Harun Malik sebelum akhirnya kertas itu jatuh dari tangannya.

"Mak tahu?" tanyaku, meski aku sudah bisa membaca jawabannya dari raut wajahnya.

Ibu menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahunya bergetar. Tangisnya pecah bukan tangis biasa, tapi tangis yang sudah ditahan selama dua dekade.

"Mak tahu," bisiknya di antara isak. "Ya Allah, aku tahu..."

Dadaku sesak. Dunia terasa berputar. "Sejak kapan?"

"Sejak awal." Ibu menyeka matanya dengan ujung selendang. "Ayahmu... dia berubah setelah operasi-operasi itu. Pulang dengan tatapan kosong, kadang bermimpi buruk, berteriak-teriak tengah malam. Aku melihat darah di bajunya—darah yang terlalu banyak untuk sekadar pertempuran biasa."

Aku menelan ludah, mencoba menahan emosi yang meluap. "Kenapa Mak tidak pernah cerita?"

"Karena Mak takut!" suaranya meninggi, lalu kembali lirih. "Takut pada ayahmu. Takut pada tentara lain. Takut kalau Mak bicara, Mak dan kau akan... hilang, seperti keluarga-keluarga lain yang berani membuka mulut."

Lihat selengkapnya