Janganlah Tuan heran, ketika sudi membayangkan. Pada usia lima tahun, rasanya wajar. Dirinya asyik memikirkan hari ini, mau main apa. Tidak sekolah, maka lahan bermainnya semakin beragam. Tiada pikiran dalam diri kecilnya hari ini mau makan apa. Kadang-kadang sarapan, kadang menunggu datangnya ibu, baru makan siang. Anak yang rambutnya hitam memerah serupa bulu jagung itu, memang tubuhnya kerempeng. Namun geraknya lincah, tak tampak jalannya lemas sempoyongan. Bugar, meski perut tak berisi sesuap makanan. Segar, badannya telah bersih mewangi. Mandi pagi secara mandiri.
Anak berambut jagung ini suka mampir ke rumah sebayanya. Anak yang tak akrab pun, ia sebut kawan dekat. Keinginannya saban pagi mengunjungi rumah-rumah, mencari kawan. Bahkan sampai jarak terjauh dari rumah, ia tempuh. Tiada yang memarahi, kemana dirinya hendak pergi. Dia betul-betul bertanggungjawab atas diri sendiri.
Kalau kawan-kawannya sedang masuk sekolah, ia tetap melipir. Berkunjung ke rumah balita. Bermain dengan balita, dirinya juga suka dan dikenal penyayanglah pada adik-adik di lingkungannya. Menggendong tak kuat, lantaran bayi lebih besar dan gemuk. Hanya mengajak bercanda, dengan sembunyikan muka dibalik telapaknya. Ikut merangkak atau menjaga bayi agar tak jatuh kala belajar berjalan. Kadang bisa menenangkan bayi yang jatuh dari aksinya belajar berjalan, dengan cara memeluknya.
Biasanya kalau sedang libur sekolah, barulah ia bisa jumpa kawan-kawannya itu. Ia masuki rumahnya atau ikut bergerombol dengan kawan-kawan yang terkadang tidak tahu siapa namanya. Ia punya bibit ramah, hanya dengan bermodalkan sok akrab, dengan mudahnya dia sudah bergaul. Usia lima menginjak keenam tahunnya, tiadalah dirinya merepotkan kawanan.
***
Siang itu, kebetulan salah satu kawannya bisa ditemui. Kawannya, Panji, baru saja pulang dari taman kanak-kanak. Setelah mengucapkan salam, ia memasuki ruang tamu. Waktu itu, ayah temannya sedang memasang foto di dinding. Penasaranlah dirinya dengan gambar temannya berias yang sedang dipajang. Memakai bedak, pewarna bibir, penebal alis dan polesan kumis. Lantaran penasaran, ia segera beredar mendekati temannya.
"Panji, itu kamu jadi apa?" Tanyanya.
Dengan bangga temannya menjawab, "Itu aku pakai seragam tentara."
Ia memandangi bingkai berukuran dua buku tulis yang memanjang kebawah itu. Didalam bingkai, latar belakang foto seperti lukisan abstrak yang berasal dari campuran warna kuning keemasan dan kuning kecokelatan. Sedangkan di depan latar belakang itu, tepat di tengah posisinya, berdiri dengan gagahnya sang kawan. Panji memakai seragam hijau lumut dengan bercak krem dan hitam tertabur rapi di baju dan celana. Tak lama kemudian, si anak kerempeng berambut bulu jagung ini menoleh kearah Panji yang berdiri sejajar dengan dirinya di samping meja. Panji hendak berkata sesuatu.
"Enak, di sekolahanku ada anak yang pakai baju dokter juga. Ada yang pakai baju polisi, ada yang pakai seragam guru. Menyenangkan lho. Kamu gak sekolah sih. Kenapa kamu gak sekolah?"