Meski agak kesal, pemimpin pertemuan menyadari tak ada gunanya melanjutkan pertemuan jika konsentrasi peserta terpecah. Akhirnya dia memberikan pilihan, bagi yang ingin melanjutkan bahasan ini, dipersilakan tinggal.
Segera saja aku melesat keluar dari gedung pertemuan, walaupun tujuanku bukan Amfiteater Hidro Musik. Aku tidak ingin melanjutkan pertemuan sekali pun sangat ingin tahu solusi yang bakal disepakati bersama. Pasalnya, bayangan Kartinah memenuhi memoriku hingga menggelisahkanku.
Perjalanan pulangku melewati Amfiteater Hidro Musik. Amfiteater ini memiliki bentuk lingkaran sempurna dengan panggung utama di tengah. Terbuat dari bekuan awan-awan yang memantulkan kilauan cahaya lembut ketika terkena sinar bulan.
Bagian atas amfiteater terbuka, memungkinkan sinar bulan langsung menyinari panggung. Dinding-dindingnya dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno yang bercerita tentang legenda para kelenjar dan peran penting mereka dalam menjaga keseimbangan dunia.
Amfiteater Hidro Musik bukan satu-satunya amfiteater yang dikhususkan untuk dunia makhluk kelenjar. Akan tetapi ini satu-satunya amfiteater terbesar. Kelompok-kelompok musik terkenal seperti Night Saliva Band, Mammary Melodies, Ovarian Operators Band, yang memiliki jutaan penggemar, sangat sering melakukan konser di Amfiteater Hidro Musik.
Bukan hanya musik, hampir semua seni pertunjukan yang menyedot ratusan ribu hingga jutaan penonton pasti akan digelar di sini. Termasuk seni teater yang aku sangat suka. Pituitary Paragon, sesuai dengan namanya mereka selalu menampilkan kisah-kisah yang mengandung ritme harmoni dan pemimpin sejati.
Ada 10 pintu masuk mengelilingi amfiteater yang satu sama lain memiliki jarak sama. Di setiap pintu terdapat 20 loket. Malam ini, tepatnya lewat tengah malam. Jarak dari pintu hingga antrian terluar, sama dengan jari-jari amfiteater. Sementara musik pembuka sudah berdentum-dentum, pertanda pertunjukan sudah dimulai.
Aku tidak habis pikir, mengapa panitia penyelenggara tidak menjual tiket sebelumnya. Jadi tidak perlu antri seperti ini. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat mereka berdesakan. Di pertunjukkan-pertunjukan sebelumnya, Aku memiliki siasat sendiri untuk mendapatkan tiket jauh-jauh hari.
“Oh ya, tiketku!” Kukeluarkan dari kantung jubahku tiket yang sudah aku beli beberapa hari lalu. Kalau saja Imay ada di sini, aku akan berikan pada dia. Aku sama sekali tidak menyangka pikiranku jadi berubah.
Dibanding aku, Imay sangat jarang meninggalkan Kartinah. Ia sangat takut Kartinah akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya dan orang lain jika tidak ada satu diantara kami. Sebenarnya aku mengerti juga sih, tapi baru malam ini aku tidak sekedar mengerti. Data-data yang dipaparkan pemimpin tadi membuatku memahami betapa dahsyatnya pekerjaan kami. Sampai sekarang aku bisa merinding mengingat data-data itu.
Sebaiknya aku berikan kepada salah satu dari pengantri itu. Tidak mengapa waktuku sedikit terbuang. Toh dari awal aku sudah menyediakan waktuku ini untuk menonton konser. Dengan cepat aku melesat menuju amfiteater.
Tiba-tiba sesuatu menabrakku dengan keras hingga aku terpelanting mundur beberapa meter. Sementara dia hanya mundur beberapa langkah, dan tetap berdiri. Sosok semirip gumpalan awan hitam itu mengarahkan pandangan tajam padaku. Aku yang hendak berdiri dan menahan rasa sakit luar biasa seketika membeku.
“Berani-beraninya kamu melanggarku! Bukankah kamu bangsa lakrimal? Apa kamu sendiri tak bisa melihat? Gara-gara kamu, antriku jadi tertunda!” suaranya menggelegar hingga membuat para pengantri di barisan belakang menoleh.
Aku tidak bisa meladeninya. Sesangar apapun sosok di depanku, kuhentakkan badanku untuk berdiri. Namun laki-laki itu mendorongku dengan keras. Ini aku kembali terjerembab. Sepertinya masalah akan segera dimulai.
“Ambil ini!” teriakku sambil menyodorkan tiket padanya. Cepat sekali dia menyambarnya. Tanpa mengucapkan terima kasih, ia berbalik badan dan meninggalkanku. Sementara itu, para pengantri yang menyaksikan peristiwa ini, dengan cepat membuat kebisingan. Ada yang mengumpatku, mengolokku sebagai pecundang, bahkan ada beberapa yang mulai berjalan cepat ke arahku.
Seketika aku bangkit dan melesat secepat-cepatnya dari tempat itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi di belakangku, yang jelas aku tidak mau menoleh ke belakang. Hingga suara-suara itu terdengar semakin menjauh.