MELANGITNYA DOA KARTINAH

Tjut Zakiyah Anshari
Chapter #3

[Bagian 1 - DUNYAKU] 3. AKU AKAN MENIKAH LAGI, NAH

Usianya hampir setengah abad. Staminanya cukup prima. Itu adalah anugerah baginya yang mengandalkan otot untuk kelangsungan hidupnya bersama tiga anaknya selama bertahun-tahun. Setidaknya sejak si bungsu baru berusia hampir empat tahun, ketika suaminya dengan jujur mengungkapkan perasaannya.

“Aku akan menikah lagi, Nah,” kata Yudhi langsung blak-blakan tanpa pengantar apapun. Kartinah yang sedang sibuk membereskan piring-piring kotor usai makan malam bersama, sontak saja mematung. Rasa tubuhnya lebih nyeri ketimbang disengat listrik, hingga untuk berteriak pun dia taksanggup.

“Mengapa sampeyan ngomong gitu?” Pertanyaan itu diucapkan dengan sangat berat. Tubuhnya masih membeku. Hanya mulut dan lidahnya yang lolos dari pengaruh keterkejutan berkepanjangan.

Aku dan Imay sudah siaga. Tak berapa lama adrenal dan pituitary mengirimkan peluruh sampah emosio yang harus dikeluarkan. Kami menangkapnya, meraciknya, mengencerkannya, agar tak menjadi hal memerihkan bagi Kartinah.

Begitu tetesan pertama air matanya keluar, kebekuannya turut meleleh. Makin lama kian deras hingga isaknya keluar. Ia masih berusaha menekan suaranya.

“Apa perempuan itu juga butuh perkebunan?” tanyanya pada suaminya yang sedari awal enggan memandang Kartinah, istrinya. Aku bisa menduga, laki-laki itu juga galau untuk mengatakan niatannya ini. Mereka takpernah mempertengkatkan sesuatu yang berat, hingga pantas menjadi alasan bagi Yudhi menyakiti Kartinah dengan kabar itu.

Ya, Yudhi memberinya kabar, bukan menanyakan, ‘bolehkah aku menikah lagi?’. Tidak ada mendung yang mengundang petir dan hujan. Tiba-tiba Kartinah mendapati dirinya dihantam badai, digulung tsunami, bahkan luluh oleh lava yang datangnya tiba-tiba..

“Siapa perempuan itu?” jeritnya. Kontan Yudhi berjingkat kaget. Kurasa, anak-anak mereka dan sedang berangin-angin di luar pun tak kalah terkejut. Mereka sudah berdiri di tengah pintu dengan wajah bingung.

Tirta hendak mendekati Kartini. Namun, Yudhi dengan segera bangkit dan menyuruh anak-anak keluar bersamanya, lalu ia menutup pintu. 

“Kau mengerti apa yang dikatakan Yudhi?” tanyaku pada Imay sambil terus menggelontorkan cairan hasil netralisir emosi. 

Imay menggeleng. Wajahnya masam. Ia menguras dengan cepat larutan yang diolahnya sambil memastikan salurannya tidak tersumbat.

“Apakah kita menemui lakrimalis Yudhi nanti?” tanyaku gelisah.

“Buat apa? Kukira mereka sudah jadi pemalas!” Imay pun berbicara. Nadanya menunjukkan kekesalan tingkat dewa.

“Jangan lakukan itu! Kau jangan sampai terpengaruh!” 

“Bagaimana mungkin? Hampir seluruh waktuku kuhabiskan bersama Kartinah. Aku banyak tahu, bukan…. Semua tahu, dan kamu hanya sedikit saja.”

“Kartinah terlalu kokoh, tangguh, dan aku tidak suka menganggur. Mending kugunakan waktuku untuk bersosialisasi. Banyak hal di luar sana yang harus kita ketahui untuk membantu Kartinah juga,” kataku yang pasti terdengar sebagai pembelaan diri oleh Imay.

Lihat selengkapnya