Melankolia Pagi Ini

Sayidina Ali
Chapter #12

Harapan Tertunda

"Nachia bisa menjawab?"

Seluruh kelas meliriknya dengan perasaan khawatir. Tak ada yang tahu apakah dia siap. Bahkan Nachia sendiri sempat ragu beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Bisa, Pak." Dia bangkit dari kursinya, merapikan kerah seragamnya. "Kepada teman-teman, saya izin menjelaskan pendapat saya mengenai perbedaan teori gravitasi dari Newton dan Einstein.

"Menurut Newton," lanjut Nachia, "gravitasi adalah gaya tarik-menarik antara dua benda bermassa. Semakin besar massanya, semakin besar pula gaya tariknya. Teori ini bisa menjelaskan kenapa apel jatuh ke tanah, dan kenapa Bulan mengorbit Bumi. Tapi... Newton nggak pernah menjelaskan kenapa gaya itu bisa ada. Hanya sebatas bahwa gaya itu ada."

Dia berhenti sejenak, menatap gurunya, lalu beralih menatap teman-temannya.

"Sedangkan Einstein, dalam teori relativitas umum, menyatakan bahwa gravitasi bukan gaya, melainkan efek dari kelengkungan ruang dan waktu. Benda bermassa besar—seperti Bumi—membengkokkan ruang-waktu di sekitarnya, dan benda lain hanya bergerak mengikuti lengkungan itu. Jadi, apel jatuh bukan karena ditarik, tapi karena dia mengikuti jalur ruang-waktu yang sudah dibengkokkan oleh massa Bumi."

Beberapa teman mengangguk perlahan. Rasa khawatir di wajah mereka berganti dengan kekaguman.

"Perbedaan intinya," Nachia mengakhiri, "Newton melihat gravitasi sebagai sebab gerakan, sedangkan Einstein melihatnya sebagai konsekuensi dari struktur ruang-waktu itu sendiri."

Guru fisika mereka, tersenyum lebar. "Penjelasan yang sangat baik, Nachia."

Seluruh kelas bertepuk tangan. Tak keras, tapi tulus. Dan di antara tepuk tangan itu, Nachia hanya tersenyum kecil—bukan karena dia merasa hebat, tapi karena untuk pertama kalinya... dia tidak takut menjadi pusat perhatian.

"Baik anak-anak, sekarang silahkan semuanya untuk membentuk kelompok untuk melakukan penelitian terhadap kegunaan relativitas umum yang dijelaskan oleh Einstein dalam kehidupan sehari-hari."

Seorang anak laki-laki maju ke depan membawa laptop. Dia menghubungkannya dengan proyektor agar bisa dilihat oleh banyak orang.

Di depan sana terlihat ada daftar nama seluruh murid kelas ini. Di samping kanannya ada angka-angka yang sepertinya berdasarkan peringkat.

"Teman-teman saya akan melakukan pengacakan berdasarkan kompetensi kalian seperti biasa. Untuk Nachia, sementara saya menempatkan kamu di peringkat terbawah. Karena saya tidak mempunyai rekap data kemampuanmu. Tidak perlu khawatir, program yang kami buat membagi secara adil pembagian kelompoknya."

Karena ada pesan pada ucapan laki-laki untuk Nachia, dia membalasnya dengan senyuman ramah.

"Baik, saya akan memulainya."

Laki-laki itu menjalankan programnya. Keluar beberapa hasil yang masih mentah, kemudian dia menyalinnya ke dalam tabel-tabel. Nachia mengamati nama-nama di depannya.

"Silahkan untuk menuju ke meja diskusi yang ada di bagian belakang sesuai kelompok masing-masing."

Seluruh murid di kelas ini bergegas menuju ke meja diskusi. Letak meja diskusi ini berada di belakang bangku-bangku siswa, satu meja terisi empat kursi, dan terdapat delapan meja di sana. Nachia duduk pada meja di urutan pertama, sebab dia adalah siswa ke-29 yang ada di sana jadi kelompoknya mendapatkan empat anggota sendiri.

"Halo, aku Mei. Peringkat satu di kelas ini, dan ini teman-teman saya Jane peringkat delapan, Rista peringkat lima belas dan Riri peringkat dua puluh dua."

"Hai, teman-teman. Aku Nachia peringkat ke-29."

"Hahaha, kamu bukan peringkat ke-29. Hanya saja memang kebetulan kamu masih murid baru di sini."

Nachia tersenyum mendengar pembelaan mereka.

Lihat selengkapnya