Senin pagi menyambut mereka dengan cahaya matahari yang malu-malu menembus tirai jendela ruang kelas. Ruangan ujian hari ini dingin dan sunyi, seolah tahu betapa seriusnya suasana yang melingkupinya. Empat sahabat itu, yang kemarin tertawa bersama di puncak bukit, kini duduk berjauhan, terpisah oleh meja dan lembar soal yang tebal.
Rista duduk di pojok kiri depan, menghela napas sebelum mulai menuliskan jawabannya. Matanya tajam, fokus penuh pada diagram kelengkungan ruang-waktu di soal nomor dua. Dia menulis cepat tapi rapi, seakan ide-ide teori relativitas sudah sejak lama menetap di benaknya.
Mei duduk tak jauh dari papan tulis, di bangku tengah barisan ketiga. Dia membuka soal dan langsung mengerutkan kening. Tak ada senyum tenang seperti biasanya. Ujian hari ini benar-benar menantang. Dia menuliskan rumus Einstein dengan cepat, lalu berhenti sejenak—memikirkan implikasi filosofis dari pertanyaan esai terakhir. Bibirnya sedikit menggumam, menimbang kata demi kata sebelum menuangkannya ke kertas. Dia tahu, ini bukan hanya soal menghafal, tapi tentang menalar permasalahan semesta.
Di dekat jendela kanan ruangan, Nachia duduk. Pandangannya sesekali menyapu ke luar, ke arah langit yang mendung. Tapi pikirannya tetap pada pertanyaan keempat: "Apa perbedaan mendasar antara gravitasi sebagai gaya tarik (Newton) dan sebagai efek kelengkungan ruang-waktu (Einstein)?"
Riri di sisi kiri belakang, terlihat lebih gelisah. Dia sudah selesai menjawab soal pilihan ganda, tapi esai membuatnya berpikir keras. Dia menggigit ujung pulpen, lalu menuliskan pendapatnya dengan bahasa yang lugas. Dia ingat pembahasan tentang teori relativitas dan penyebaran cahaya yang pernah didengar dari Mei dan Nachia. Sekarang, semua itu jadi senjata terakhirnya.
Guru fisika yang sejak tadi berdiri mengawasi di depan ruangan akhirnya berkata dengan suara tenang, "Waktunya habis. Silakan dikumpulkan, anak-anak."
Keempat sahabat itu serentak berhenti menulis. Rista segera merapikan kertas jawabannya dan berjalan menuju meja guru, disusul oleh Nachia yang diam-diam masih menoleh sekilas ke soal terakhir, memastikan segalanya selesai dengan tepat. Mei menutup penanya perlahan, matanya kosong sejenak sebelum berdiri. Sementara itu, Riri bangkit paling akhir, menghela napas panjang dan tersenyum kecil pada diri sendiri sebelum menyerahkan hasil kerjanya. Saat keempat kertas terkumpul di meja guru, ruangan itu kembali hening.
"Sekarang saya akan langsung mengoreksi hasil dan metode yang kalian gunakan dalam mengerjakan soal. Hanya ada dua orang yang akan mewakili sekolah ini untuk melaju ke tahap berikutnya, jadi mohon untuk tidak berselisih siapapun yang diterima." ungkap guru itu dengan senang hati.
Riri tersenyum mendengarkan pernyataan tadi. "Kami tidak akan bermusuhan pak. Bahkan kemarin dua hari kita baru saja selesai jalan-jalan bersama. Kami melakukan beberapa aktivitas yang sangat menarik sekali. Jalan-jalan, belajar bersama, dan nonton serial bersama."
"Saya turut senang mendengarnya."
Hanya beberapa menit saja pengumuman sudah dapat diberikan.
"Kalian sudah siap dengan hasilnya?"
"Sudah!" teriak semuanya serempat.
"Selamat untuk," guru fisika menahan ekor ucapannya untuk membuat unsur ketengangan. "Nachia yang memperoleh nilai sempurna. Dan Mei yang hanya melakukan kesalahan perhitungan!"
Riri dan Rista serempak bersorak. "Yeay!!"
Sementara Nachia dengan Mei masing saling bertatapan. Semuanya keluar dari tempat masing-masing dan segera berpelukan bersama.
"Aku bangga banget sama kalian. Semangat ya buat minggu depan pameran buat wakilin sekolah ini."
"Sebenarnya bukan mewakili sekolah ini," ungkap guru fisika itu.
Semuanya serempak menoleh. "Maksudnya pak?" tanya Mei terkejut.
"Pameran ini tingkat nasional. Pihak provinsi mempercayakan saya turut kontribusi dalam pameran nasional fisika. Tema yang diusung adalah tentang Teori Relativitas. Jadi kalian akan mewakili Jawa Barat untuk itu."
Dalam beberapa detik mereka malah lebih terkejut. Selanjutnya mereka menangis bersama karena bangga.
"Baiklah, persiapan kalian berdua hanya satu minggu. Silahkan dimulai sejak hari ini, saya akan mewakili surat dispensasi kalian."
***
Di ruang kreativitas yang mereka pinjam dari sekolah, Nachia dan Mei sibuk menempelkan potongan infografis berwarna biru metalik ke papan besar setinggi dada. Ruangan itu penuh dengan aroma lem kertas, suara gesekan spidol dengan whiteboard, dan gemerisik plastik mika. Mereka tidak sekadar membuat mading biasa—pameran kali ini akan berbentuk augmented reality (AR) display, terinspirasi dari pameran CERN Microcosm dan NASA Goddard Space Flight Center, tempat di mana ilmu fisika tidak hanya dilihat, tapi dialami secara interaktif. Mading mereka akan dilengkapi dengan kode QR yang jika dipindai, membawa pengunjung ke animasi tiga dimensi tentang kelengkungan ruang-waktu, efek lensa gravitasi, hingga simulasi lubang hitam berdasarkan data aktual.
Nachia yang sedang menyusun gambar interaktif lubang hitam dengan latar belakang galaksi Messier 87, berhenti sejenak dan menatap Mei. "Mei, pernah gak kamu mikir… kalau relativitas umum itu bukan sekadar cara memprediksi bagaimana objek besar membengkokkan ruang-waktu… tapi bisa jadi petunjuk bahwa realitas itu sendiri bukan tunggal?"
Mei menoleh, tangannya masih sibuk menggambar orbit yang dilengkungkan di atas permukaan jala biru. "Maksud kamu multiverse?" tanyanya sambil menyipitkan mata.
"Bukan cuma itu. Tapi lebih dalam lagi: bagaimana jika kelengkungan ruang-waktu itu menyimpan kemungkinan bahwa waktu itu bukan linier seperti yang kita pikirkan. Bahwa ada titik di ruang tertentu yang membuat waktu melingkar kembali ke dirinya sendiri. Closed time-like curves, kayak yang diprediksi oleh solusi Gödel."
Mei terdiam beberapa detik. "Dan kita tidak akan tahu… kecuali jika kita bisa merasakannya. Atau menciptakan situasi di mana itu bisa terjadi. Tapi bagaimana kita bawa itu ke pameran?"
Nachia tersenyum tipis. "Kita kasih kejutan. Kita buat simulasi AR yang menunjukkan bagaimana waktu bisa 'kembali ke dirinya sendiri'. Kita tunjukkan visualisasi spiral waktu, bukan garis lurus. Dan kita namakan bagian itu... Waktu Tak Lurus."
Mei mengangguk, matanya bersinar. "Kita sembunyikan di belakang panel utama. Baru dibuka di akhir presentasi. Sebagai kejutan."
Mereka kembali bekerja, tapi kini dengan detak antusias yang lebih cepat. Sebuah ide besar baru saja lahir.
***