Melankolia Pagi Ini

Sayidina Ali
Chapter #16

Yin & Yang

Langit malam menyelimuti kota dengan tenangnya. Di dalam mobil Xpander hitam milik Rista yang dikemudikan sopirnya, hanya ada Nachia dan Rista di kursi belakang. Lampu jalanan memantul di jendela, membentuk bayangan-bayangan halus di wajah mereka.

Nachia menoleh pelan ke arah Rista, lalu berkata dengan suara lembut, "Kamu tahu, aku bener-bener bersyukur banget bisa kenal kamu."

Rista mengernyitkan dahi sambil tersenyum kecil. "Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?"

"Aku cuma… ngerasa beruntung. Selama ini aku ngerasa hidupku sunyi banget. Tapi kamu bikin semuanya jadi hangat, Rista. Rumah kamu, teman-teman, semuanya kayak… sesuatu yang baru buat aku. Yang aku nggak pernah punya sebelumnya."

Rista menatapnya dalam diam, lalu menjawab, "Aku juga ngerasa kamu kayak warna baru di hidup aku. Kamu bawa sesuatu yang beda, Nachia. Kita saling mengisi."

Nachia menunduk, tersenyum lirih. "Makasih ya… udah ada buat aku."

"Makasih juga udah percaya sama aku," sahut Rista sambil meremas pelan tangan Nachia.

Mobil akhirnya berhenti perlahan di depan rumah Olin. Sopir membuka pintu, dan Nachia keluar sambil membawa tasnya.

"Aku masuk dulu, ya."

Rista mengangguk. "Istirahat yang cukup. Sampai ketemu lagi."

Nachia membalas dengan anggukan, sebelum berjalan ke depan pintu rumah dan mengetuk beberapa kali.

Daun pintu terbuka. Sosok yang muncul bukan Olin, melainkan Ema—suami Olin. Pria itu hanya memandangnya dengan wajah datar, seolah kehadiran Nachia tidak diharapkan.

"Ema?" suara Nachia tercekat. "Olin-nya ada?"

"Udah tidur," jawab Ema singkat, lalu langsung membalikkan badan, meninggalkannya berdiri di ambang pintu sendirian.

Nachia masuk perlahan, menutup pintu dengan hati-hati. Rumah itu terasa jauh lebih dingin dari biasanya. Baru saja dia ingin naik ke kamarnya, suara Ema terdengar dari arah dapur.

"Nachia, bersihin piring-piring di wastafel, ya. Banyak tuh."

Nachia menoleh, tertegun. "Eh... iya?"

"Iya lah. Lo tinggal di sini, masa nggak bantu-bantu. Jangan semuanya Olin yang kerjain."

Perintah itu terasa asing. Selama ini, Olin tak pernah memintanya melakukan apa-apa. Tapi kali ini, Nachia hanya mengangguk kecil. "Iya, Maaf."

Nachia berjalan ke dapur, melihat tumpukan piring kotor. Tanpa banyak pikir, dia mulai membersihkannya satu per satu, menyabuni, membilas, mengeringkan. Bahkan tanpa diminta, dia menyeka meja dan mengepel lantai.

Setelah semuanya bersih, dia masuk ke kamar mandi, membersihkan diri, lalu ke kamarnya. Kipas menyala lambat, udara malam masuk dari celah jendela. Dia berbaring, menatap langit-langit.

Esok adalah hari Minggu. Tidak ada kegiatan. Tapi malam ini… setelah semuanya berlalu kini rasa khawatir mulai kembali. Datang setelah sekian lama pergi.

***

Cahaya mentari merambat masuk melalui sela-sela tirai yang belum sepenuhnya terbuka. Warna keemasan itu menyapu lantai kamar yang dingin, menyingkap debu-debu halus yang menari di udara. Namun kedamaian pagi itu hanyalah tipuan. Di balik kehangatan cahaya, rumah ini menyimpan badai yang sedang bergemuruh.

Nachia terbangun bukan karena alarm, bukan pula karena sinar matahari, melainkan oleh suara bentakan yang terdengar jelas dari ruang tamu. Suara yang memekakkan telinga, membelah pagi yang seharusnya tenang. Dia mengenali dua suara itu. Olin dan suaminya, Ema.

Pertengkaran itu bukan hanya sekadar adu argumen. Itu adalah pertempuran. Pertarungan yang menyayat dan mencabik keutuhan rumah ini satu persatu.

Dengan jantung berdegup kencang, Nachia bangkit dari kasurnya, menyeret kaki yang gemetar ke arah pintu. Dia menempelkan telinganya perlahan ke permukaan kayu.

"Aku tahu kalau selama pergi kamu selingkuh, kan?!" bentak Olin dengan suara yang bergetar, bukan karena takut—tetapi karena amarah dan luka yang terlalu dalam.

"Heh, jangan asal tuduh sembarangan ya!" suara Ema menggelegar, dan disusul suara benda keras yang ditendang dan menghantam tembok. "Aku ke luar kota buat kerja! Buat cari uang! Buat kalian juga, buat kamu! Dasar istri nggak tahu diri. Bukannya disambut malah dijegal pakai tuduhan busuk!"

Lihat selengkapnya