Melati Jam Tiga Pagi

Lia Seplia
Chapter #16

16

Kurang dari lima jam setelahnya, beberapa wakil petinggi perusahaan parfum D’Arcie mengadakan jumpa pers untuk mengklarifikasi pemberitaan yang menyeret nama mereka. Di halaman kantor perusahaan yang megah, bersih, dan indah, para wartawan dari berbagai media menyemut merekam konferensi tersebut.

Perusahaan D’Arcie langsung menurunkan presdir mereka demi membungkam reaksi publik yang mulai mengarah pada perusakan. Komentar-komentar kejam, penudingan tak berdasar, hingga perusakan sistem digital menindas D’Arcie dalam sekejap. Media sosial D’Arcie menghilang gara-gara diblokir massa oleh netizen. Situs web D’Arcie lumpuh sehingga penjualan online mati total. Indah Pangila Arcie, dalam usia 65 tahun, berbicara di hadapan para wartawan sambil membaca kartu-kartu teks yang telah disiapkan sekretarisnya.

“... masalahnya, auditor perusahaan hanya memeriksa perihal yang masuk dan tertera dalam kontrak audit kami. Sejumlah yang tidak diperiksa, termasuk upah yang dibayarkan kepada pekerja, rupanya menjadi akar persoalan munculnya pekerja anak. Kami sangat melarang pekerja anak baik di pertanian, pabrik, maupun perusahaan. Kami melarang setiap individu di bawah usia 18 tahun bekerja di perusahaan, dan melarang setiap individu yang berusia di bawah 15 tahun bekerja di pabrik serta pertanian. Adapun temuan yang dilaporkan NBC barangkali berasal dari pemetik independen bukan dari pihak kami.

“Selanjutnya, kami telah menaikkan upah pemetik melati selama dua tahun terakhir dan akan melakukannya lagi tahun ini. Penyelidikan NBC sangat mengkhawatirkan karena bisa menggiring opini publik pada prasangka yang salah. Adalah kewajiban semua pihak untuk terus mengambil tindakan sepenuhnya menghilangkan pekerja anak di bawah umur, bukan semata tugas perusahaan kami saja. Selaku pihak D’Arcie, kami secara aktif mendukung inisiatif yang berupaya mengatasi masalah ini secara kolektif dengan mitra industri, dengan petani melati lokal, serta pemerintah setempat.

“D’Arcie akan terus berkomitmen menghormati standar hak asasi manusia baik di tingkat nasional maupun internasional. Sekali lagi, kami tidak pernah meminta rumah parfum menjual bahan-bahan lebih rendah dari harga pasar dengan mengorbankan para petani. Meskipun kami berkomitmen kuat, kami tahu bahwa di wilayah tertentu, di mana pemasok beroperasi, terdapat risiko terhadap penegakan komitmen kami ini. Setiap kali masalah muncul, D’Arcie secara proaktif mengidentifikasi penyebab mendasar dan cara menyelesaikan masalah tersebut.

"Kami percaya hak-hak semua anak dan pekerja harus dilindungi. Oleh karena itu, kami menundukkan kepala sedalam-dalamnya dan memohon maaf atas kelalaian ini. Kami telah menghubungi pemasok kami, baik pabrik Mata Aroma maupun perkebunan Jasmine untuk menyelidiki masalah yang sangat serius ini. Kami menyadari betapa kompleksnya lingkungan sosiologi-ekonomi di sekitar rantai pasokan melati D’Arcie. Untuk itu kami akan segera mengambil tindakan untuk mengatasinya demi mendapatkan transparansi yang lebih baik.”

Setelah pembacaan klarifikasi tersebut, perusahaan D’Arcie tidak membuka sesi tanya-jawab dengan pihak wartawan. Para petinggi perusahaan. wakilnya, dan jajarannya kembali ke dalam gedung, menyisakan para wartawan yang terus meneriakkan pertanyaan yang pada akhirnya tak pernah mendapatkan jawaban pasti.

 

***

 

Kurang dari delapan belas jam setelahnya, Bupati Matari menyatakan pendapatnya saat ditanya-tanya pihak wartawan yang mengadangnya di halaman kantor bupati, mengenai pekerja anak yang ditemukan di wilayah Matari. "Saya tidak keberatan orang-orang menggunakan parfum, tapi saya ingin orang-orang yang menggunakan parfum ini melihat penderitaan anak-anak di dalamnya dan berani angkat bicara," tutur Bilman.

“Saya tidak memihak perusahaan, tetapi saya ingin mengatakan bahwa tanggung jawab masalah ini tidak terletak pada konsumen melainkan produsen. Ini bukan masalah yang harus kita selesaikan secara pribadi dan kekeluargaan. Kita memerlukan hukum. Kita memerlukan akuntabilitas perusahaan,” katanya. “Oleh karena itu, saya mengimbau agar pihak terkait baik perusahaan, pabrik, atau perkebunan untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Tidak perlu menyalahkan NBC atau pemetik melati independen. Sebagai bupati Matari, saya sangat menyayangkan keteledoran pihak kami dalam pengawasan pabrik dan perkebunan di wilayah kerja kami. Ke depannya, kami akan menjadikan kejadian ini sebagai bahan evaluasi.”

Masih banyak pertanyaan yang dilontarkan para wartawan, tetapi Bupati Matari tidak menjawab. Tidak ada yang benar-benar tuntas, seakan cukup dengan pernyataan resmi dan jawaban umum saja. Dibantu para ajudannya, Bupati Matari masuk ke mobil dinas dan pergi.

 

***

 

Tepat dua puluh empat jam setelah penayangan berita tersebut, para kru NBC News & TV berkumpul untuk mengevaluasi kinerja mereka: apa yang telah berjalan dengan baik, apa yang perlu ditingkatkan, dan apa yang perlu diperbaiki. Semua rekaman video dan dokumen terkait disimpan untuk arsip dan referensi jika sewaktu-waktu digunakan lagi di masa depan.

Lana dan Tedi mendapat tepuk tangan paling meriah dari para rekan-rekannya. Biyan belum kembali ke kantor sehingga dia tidak mendapatkan sambutan yang sama. Bramono sendiri tidak bertepuk tangan, tidak pula tersenyum, atau berpuas diri. Dia terus memelototi layar komputer demi memantau tagar #BoikotDeArcie yang menggema tanpa henti di media sosial. Banyak yang membuang parfum D’Arcie ke tong sampah dan bersumpah tidak akan memakai produk perusahaan itu lagi. Para artis dan influencer mulai cari nama dan bikin konten dengan mengunggah ulang pemberitaan dokumenter NBC lalu memberikan komentar mereka secara pribadi. Kendati banyak yang memboikot produk D’Arcie, banyak pula yang masih membela perusahaan itu, bahwa tidak ada pihak yang memaksa anak-anak bekerja, bahwa kesalahan terletak pada orangtua anak-anak itu karena mengikutkan anak-anak bekerja. Terlepas bagaimana pun kondisi keuangan, seharusnya para orangtua tidak boleh membiarkan anak-anaknya yang masih berusia di bawah umur bekerja. Sisanya menyalahkan pemerintah yang tidak becus menyejahterakan hidup masyarakat, hanya bisa korupsi dan berjanji.

Bramono yang sudah makan asam garam dalam perperangan jurnalis melawan para pejabat pemerintahan dan konglomerat perusahaan ternama sama sekali tidak senang dengan meriahnya sambutan hangat dari publik untuk kinerja mereka. Mereka baru saja meruntuhkan penjualan dan branding perusahaan D’Arcie yang telah lama bertakhta di puncak, dan secara tidak langsung menggiring publik untuk menyoroti kinerja pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi masyarakat setempat. Mereka mematahkan dua kaki sekaligus, tidak mungkin pemilik kaki membiarkan mereka melenggang dengan nyawa utuh.

Bramono berdeham keras sehingga seisi ruang rapat berubah hening setelah sibuk merayakan kemenangan mereka. Kepada Tedi, Bramono memberi perintah. “Telepon Biyan. Suruh dia segera pulang. Kenapa dia masih di sana?” tanyanya.

Tedi berkomentar. “Kita menunda mengirim mobil dan tim penjemputan karena butuh tenaga lebih banyak di sini,” kata Tedi. “Tentu saja dia belum kembali.”

Lihat selengkapnya